Sejarah Hujan buatan di dunia dimulai pada tahun 1946 oleh penemunya yaitu
Vincent Schaefer dan
Irving Langmuir, dilanjutkan setahun kemudian oleh Bernard Vonnegut. Yang sebenarnya
dilakukan
oleh manusia
adalah
menciptakan
peluang
hujan dan “mempercepat”
terjadinya
hujan. Nama yang digunakan sebagai upaya “membuat hujan” adalah menjadi
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Nah, yang dilakukan oleh manusia pada TMC, adalah “mempengaruhi” proses yang terjadi di
awan sebagai “dapur” pembuat hujan. Sehingga mempercepat peluang terjadinya hujan. Bahan
untuk “mempengaruhi” proses yang terjadi di awan terdiri dari dua jenis yaitu: 1). Bahan untuk “membentuk” es, dikenal dengan glasiogenik,
berupa Perak Iodida (AgI).
2). Bahan untuk “menggabungkan” butir-butir air di awan, dikenal dengan higroskopis, berupa
garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl), atau CaCl2 dan Urea.
Di Indonesia, upaya hujan buatan ini diperlukan untuk:
1. Antisipasi Ketersediaan Air,
misal pengisian waduk, danau, untuk keperluan air bersih,
irigasi, pembangkit listrik (PLTA).
2. Antisipasi Kebakaran hutan/lahan,
kabut asap
Sifat awan yang menyebabkan
hujan oleh manusia digunakan untuk membuat hujan buatan. Dalam
mempercepat hujan,
orang memberi zat higroskopis sebagai inti kondensasi (perak
dioksida, kristal
es, es kering atau CO2 padat). Zat-zat tersebut ditaburkan ke udara dengan
menggunakan pesawat terbang. Pembuatan hujan buatan disebut sebagai suatu proses pemodifikasian awan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, terutama
NaCl (garam dapur).
Kemarau panjang seperti yang kita alami sekarang memerlukan usaha untuk menghadapi
tantangan iklim. Kemarau panjang menyebabkan
tanah kering, air sulit diperoleh, sungai
mengering sedangkan angin menerbangkan debu-debuan. Tantangan iklim berupa kelangkaan
hujan akibat kemarau panjang dapat dilakukan dengan teknologi
tinggi berupa hujan buatan. Cara ini tak bisa terus dilakukan sembarangan
karena biayanya terlalu mahal. Hujan buatan hanya ditempuh bila keadaan memang keadaan demikian kritis. Apalagi usaha untuk melakukan
hujan buatan ini terkadang hasilnya tepat dan terkadang meleset atau tak sesuai dengan yang
diharapkan.
Para ahli yang mengetahui
terbentuknya awan, terjadinya kondensasi, presipitasi dan lainnya
sangat
membantu untuk melakukan usaha dan percobaan dalam memodifikasi cuaca untuk
mempercepat turunnya hujan. Dalam pembuatan hujan buatan mereka hanya melakukan
usaha untuk mendorong dan mempercepat turunnya hujan atau berusaha agar uap air yang telah ada di udara berkondensasi
dengan cepat sehingga
pembentukan butir-butir air dapat segera berlangsung di awan. Pembentukan butir-butir air tersebut merupakan titik awalnya terjadi hujan.
Hujan buatan merupakan salah satu dari jenis-jenis hujan yang dibuat oleh manusia. Hujan buatan ini dapat dibuat oleh manusia dengan cara menaburkan bahan kimia yang disebut dengan Argentium iodida ke dalam awan yang berfungsi untuk mempercepat pembentukan
awan
sehingga dapat terjadi hujan. Awan yang diperlukan untuk melakukan proses hujan buatan
adalah awan dengan jenis Cumulus
yang aktif.
Hujan buatan pada dasarnya adalah bukan membuat hujan dalam arti sebenarnya, melainkan
membuat percepatan pada proses fisika yang terjadi
di
awan untuk membuat hujan. Jadi syarat utama dalam membuat hujan buatan adalah adanya awan yang sudah terbentuk secara alami yang memiliki kandungan jenis-jenis air yang cukup yang nantinya akan dipakai sebagai calon awan pembuat hujan buatan. Selain awan, diperlukan juga kecepatan angin yang rendah serta
kondisi cuaca yang mendukung.
PROSES TERJADINYA HUJAN BUATAN
Tahapan-tahapan
terjadinya hujan buatan antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Hujan
buatan
dapat terjadi
dengan menaburkan
bahan-bahan kimia untuk
mempengaruhi
terjadinya awan yang disebut dengan zat glasiogenik, yaitu Argentium Iodida
atau Perak Iodida.
2.
Penaburan bahan-bahan kimia tersebut dilakukan pada ketinggian diantara 4.000 hingga
7.000 kaki dengan
memperhitungkan faktor-faktor
seperti arah angin dan
kecepatan angin yang akan membawa
awan ke wilayah tempat terjadinya hujan buatan.
3.
Penaburan bahan-bahan kimia ini juga harus dilakukan mulai pada saat pagi hari
sekitar pukul 07.00 pagi, menimbang proses terjadinya awan yang terbentuk secara alami adalah pada saat pagi hari.
4.
Selain bahan kimia berupa zat glasiogenik, ditaburkan pula zat kimia berupa zat
higroskopis yang merupakan bahan kimia untuk menggabungkan butir-butir air di awan. Zat higroskopis tersebut berupa garam (NaCl), CaCl2 dan Urea. Zat tersebut yang digunakan dalam melakukan proses hujan buatan ini adalah yang
berbentuk bubuk
dengn diameter butiran antara 10 – 50 mikron.
5.
Bahan-bahan kimia tersebut ditaburkan ke awan yang
ada di
langit dengan menggunakan pesawat terbang, kecuali Urea.
6.
Setelah ditaburkan, bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi awan tersebut
untuk berkondensasi sehingga membentuk awan yang lebih besar dan mempercepat proses terjadinya hujan.
7.
Beberapa jam setelah menaburkan bahan-bahan kimia yang mempengaruhi awan untuk
berkondensasi tersebut, barulah bubuk urea ditaburkan. Bubuk Urea ini fungsinya sama, yaitu untuk membantu awan membentuk dan menggabungkan kelompok-kelompok awan kecil untuk membentuk jenis-jenis awan yang lebih besar dan berwarna abu-abu. Awan besar berwarna abu-abu inilah yang dinamakan dengan awan
hujan.
8.
Urea ini ditaburkan pada sekitar pukul 12.00 siang, menimbang bahwa pada saat tersebut
sudah banyak kelompok-kelompok kecil awan
yang terbentuk.
9.
Setelah awan hujan terbentuk, larutan bahan kimia ditaburkan kembali ke awan tersebut.
tetapi kali ini berbentuk larutan. Larutan bahan-bahan kimia tersebut memiliki
komposisi air,
urea
dan amonium
nitrat
dengan perbandingan 4:3:1. Larutan ini berfungsi untuk mendorong awan hujan untuk membentuk butir-butir air yang lebih
besar karena butir-butir air yang besarlah yang dapat menimbulkan hujan pada awan hujan.
Alternatif lain dalam menaburkan bahan kimia pembuat hujan tersebut selain menggunakan pesawat adalah dengan Ground Base Generator yang menaburkan bahan kimia dengan cara
mengemas bahan-bahan kimia yang akan ditaburkan dalam bentuk flare yang dibakar di atas
menara pada suatu
ketinggian tertentu.
Proses yang berlangsung untuk membuat hujan buatan sama saja dengan yang menggunakan pesawat, hanya berbeda pada saat proses menaburkannya saja. Ground Base Generator ini memanfaatkan topografi dan jenis-jenis angin lembah yang berhembus ke atas pegunungan
pada saat siang hari dengan mengikuti kemiringan permukaan gunung untuk proses penaburan. Ground Base
Generator ini
biasanya digunakan pada wilayah
yang memiliki garis lintang menengah dan tinggi dengan suhu dibawah titik beku
atau dengan kata lain di bawah 0°C.
DAMPAK HUJAN BUATAN
Hujan buatan dapat memberikan dampak yang positif yang bermanfaat maupun
dampak yang negatif yang merugikan.
Dampak-dampak tersebut
dipaparkan di bawah ini.
a. Dampak Positif Hujan Buatan
Hujan Buatan dapat memberikan dampak positif yang memiliki manfaat yang sama seperti pada fungsi air hujan pada umumnya yang baik bagi ruang publik untuk kehidupan, khususnya
pada
wilayah yang sedang mengalami musim kemarau yang sangat panjang dan tidak pernah
mengalami hujan dalam jangka waktu yang cukup lama. Manfaat tersebut antara lain adalah:
1.
Hujan buatan dapat mengatasi kekeringan yang terjadi pada wilayah yang mengalami
kekeringan.
2.
Hujan buatan dapat mengatasi masalah kabut asap akibat kebakaran hutan.
3.
Hujan buatan juga dimanfaatkan untuk memadamkan api pada kebakaran hutan yang
mencakup wilayah yang cukup luas dengan api yang sangat besar.
4.
Hujan buatan membantu pengisian air waduk atau macam-macam danau untuk keperluan irigasi, ketersediaan air bersih ataupun pembangkit listrik tenaga air.
b. Dampak Negatif Hujan Buatan
Hujan buatan tidak hanya memberikan dampak positif yang memiliki manfaat yang baik bagi fungsi lingkungan hidup bagi manusia, tetapi juga membawa dampak negatif yang merugikan
bagi makhluk hidup yang wilayah
tempat tinggal atau wilayah
tempat dimana makhluk hidup
tersebut beraktivitas terkena guyuran air dari hujan buatan. Dampak negatif dari hujan buatan
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Hujan buatan yang terbuat dari adanya campuran bahan kimia bisa menimbulkan
efek hujan yang mengandung bahan kimia pula yang bisa jadi malah menimbulkan hujan
asam yang berbahaya bagi yang terkena guyuran hujan ini.
2.
Hujan buatan dapat menyebabkan pencemaran tanah karena proses penaburkan garam
dalam jumlah
sangat banyak bahkan dapat hingga berton-ton jumlahnya, menimbulkan
hujan yang sifatnya asin dan memberikan efek lapisan
tanah yang terkena guyurannya
akan menjadi asin
pula sehingga menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak bahkan gagal panen karena lapisan jenis-jenis tanah menjadi kelebihan kandungan garam.
3.
Hujan buatan juga dapat menjadi penyebab banjir jika hujan yang terjadi tidak tepat
sasaran.
4.
Hujan buatan dapat menjadi penyebab pemanasan global.
5.
Hujan buatan dapat merubah siklus hidrologi yang akan membahayakan pasokan air tanah di musim kemarau.
6.
Hujan buatan akan menimbulkan kerugian materi yang cukup besar jika hujan yang
turun
dari hasil hujan buatan tidak tepat sasaran, baik kerugian dari materi yang
dikeluarkan
untuk melakukan proses hujan buatan maupun
dari hasil dampak ketika hujan buatan salah sasaran.
Sumber: Buletin Cuaca Kelautan Tahun ke XVI No. 12, Desember 2017, Stasiun
Meteorologi Maritim Tanjung Mas Semarang