Senin, 13 Oktober 2014

TEBAR BENUR, BAGAIMANA BAIKNYA


Kegiatan budidaya udang merupakan suatu proses pembesaran udang dalam suatu petakan tambak dari usia benur hingga mencapai ukuran (size) tertentu yang dianggap telah layak secara finansial maupun teknis untuk dilakukan pemanenan. Tebar benur sebagai suatu proses awal tentu saja juga memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya udang.
Kegiatan tebar benur secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pemindahan benur dari dua lingkungan yang berbeda (dari hatchery maupun alami) ke dalam petakan tambak dengan karekteristik lingkungan yang berbeda pula. Beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dalam melakukan kegiatan tebar benur antara lain meliputi:
1.  Benur memiliki karakteristik sangat peka terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya, sehingga dalam melakukan proses tebar benur sedapat mungkin perbedaan antara dua lingkungan tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.
2.  Benur memiliki frekuensi moulting (pergantian kulit) yang lebih sering dibandingkan dengan udang yang lebih dewasa. Kondisi moulting merupakan suatu fase yang kritis bagi udang, karena dalam kondisi moulting udang sangat rapuh dan rentan terhadap perubahan lingkungan maupun serangan penyakit. Perbedaan dua lingkungan yang berbeda tersebut jika tidak dapat ditekan seminimal mungkin akan mengakibatkan benur lebih sering moulting karena faktor stress sehingga peluang terjadinya permasalahan juga semakin besar.
3.  Proses tebar benur akan sangat menentukan faktor-faktor keberhasilan proses satu siklus budidaya dalam hal tingkat keseragaman udang, Survival Rate (SR), Food Convertion Ratio (FCR), biomassa dan secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap keberhasilan secara finansial.
Mengacu pada dasar pemikiran tersebut di atas maka suatu proses tebar benur harus dilakukan sebaik mungkin dari mulai proses persiapan maupun pada saat pelaksanaannya serta pasca tebar benur. Secara garis besar tujuan utama dari kegiatan tebar benur adalah menyediakan tempat/media baru yang nyaman dan aman bagi benur untuk melangsungkan aktifitas kehidupan selanjutnya dalam suatu petakan tambak.
Benur yang digunakan adalah benur yang berasal dari hasil pemijahan kedua (F2) dari induk unggul dan ukuran benur berkisar antara PL 9-14. Benur telah lulus dari tes uji PCR dengan hasil negatif dari WSSV, IHHNV, IMNV, dan TSV. Dengan tes uji PCR sudah dipastikan bahwa benur tersebut adalah benur yang berkualitas. Benur yang baik diketahui dengan cara pergerakan udang pada waskom dan shock salinity. Penilaian benur dengan pengamatan pergerakan udang dilakukan pada waskom. Pada waskom, air akan diputar sehingga membentuk arus. Benur yang baik yaitu benur yang melawan arus dan tidak menggerombol. Shock salinity dilakukan dengan cara pemindahan sampel benur pada air tawar selama 15 menit kemudian dikembalikan ke air laut. Benur dikatakan baik apabila benur pada shock salinity tidak ada benur yang mati. Pada kegiataan packing, juga dapat dilihat kualitas benur. Benur yang baik tidak akan menggerombol melainkan menyebar di seluruh kantong benur.
Penebaran benur dilakukan sore hari dan malam hari. Hal tersebut dapat ditentukan dengan penjadwalan pengiriman benur. Benur yang dikirim disesuaikan dengan kualitas air tambak sehingga udang tidak terlalu strees dalam penebaran benur. Pada saat benur datang, maka akan dilakukan pengecekan dan perhitungan kembali pada kantong benur. Pengecekan dilakukan secara visual dengan mengamati kantong benur ada yang rusak atau bocor dan juga mengamati benur yang berada dalam kantong benur. Penghitungan benur kembali atau biasa disebut “hitungan tambak” dilakukan dengan mengambil secara acak 4 kantong dari tiap-tiap kode. Sedangkan untuk benur yang lainnya langsung dibongkar dari kardus yang kemudian kantong benur dimasukkan dalam petakan tambak untuk proses aklimatisasi. Kantong benur yang dimasukkan dalam petakan masih dalam keadaan tertutup. Hasil perhitungan dari tiap-tiap kantong kemudian dirata-rata dan kemudian dicek dengan jumlah hitungan hatchery yang sudah mengalami potongan dari perjalanan (hitungan netto). Hasil tersebut akan segera diberitahukan kepada pihak hatchery apabila ada kantong benur yang rusak atau bocor dan hitungan tambak berada di bawah hitungan netto hatchery. Pihak hatchery akan mengganti kantong benur yang bocor dan penambahan jumlah benur jika ada kesalahan dalam perhitungan hatchery. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kualitas benur dan padat tebar yang berada di lapangan sehingga diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan.
Berdasarkan pengertian, dasar pemikiran dan tujuan dari kegiatan tebar benur maka terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan tebar benur. Faktor-faktor tersebut adalah antara lain:
1.  Kualitas benur. Benur yang akan ditebar harus memiliki kualitas yang bagus melalui proses penyeleksian yang mencakup bawaan penyakit, tingkat keseragaman, kelengkapan bagian tubuh, kepekaan terhadap rangsangan, dsb. Proses penyeleksian terhadap kualitas benur sebaiknya dilakukan di hatchery/tempat benur tersebut berasal.
2.  Lokasi asal benur. Benur sebaiknya berasal dari lokasi yang tidak terlalu jauh dengan lokasi tambak agar relatif terjaga kualitasnya. Jika lokasi asal benur terlalu jauh dari lokasi tambak maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas benur secara nyata selama proses pengangkutan (transportasi) menuju lokasi tambak.
3.  Waktu penebaran benur sebaiknya tidak dilakukan pada saat sinar matahari dalam kondisi panas terik karena akan sangat berpengaruh terhadap tingkat mortalitas benur yang diakibatkan oleh panas matahari. Tebar benur sebaiknya dilakukan pada saat sinar matahari redup (malam, pagi, sore) dan cuaca relatif bagus agar benur dapat mentolerir panas matahari dan perubahan lingkungan yang dialaminya.
4.  Perairan tambak pada saat tebar benur sebaiknya memiliki ketersediaan pakan alami yang memadai sebagai upaya menjaga tingkat kehidupan dan tingkat keseragaman benur di awal-awal periode budidaya sebelum dilakukan pemberian pakan buatan. Penjelasan tentang ini telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya.
5.  Kualitas perairan tambak pada saat tebar benur sebaiknya sesuai dengan tingkat kebutuhan benur agar tidak menimbulkan stress bagi benur. Pembahasan terkait dengan kualitas air telah dijelaskan dalam uraian-uraian sebelumnya.
6.  Petakan tambak dan sarana pendukung budidaya pada saat tebar benur dalam kondisi relatif bagus dan siap untuk digunakan agar tidak menimbulkan kendala dalam proses penebaran benur.
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan acuan dasar yang dapat digunakan agar proses kegiatan tebar benur tidak dilakukan secara asal-asalan karena bagaimanapun juga proses ini merupakan langkah awal bagi keberhasilan suatu siklus budidaya udang.
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa proses tebar benur pada dasarnya merupakan kegiatan yang paling akhir dari proses penyiapan lahan tebar benur setelah semua tahapan dianggap cukup optimal bagi proses pemindahan benur dari dua lingkungan yang berbeda.
Dalam proses kegiatan tebar benur tahap kegiatan yang biasa dilakukan meliputi, yaitu:
1.  Pemindahan benur dalam kemasan dari sarana transportasi ke lokasi yang telah ditentukan untuk dilakukan kegiatan tebar benur. Kegiatan ini perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan stress pada benur yang masih berada di dalam kemasan tersebut.
2.  Sampling benur, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui populasi dan kondisi benur dalam tiap-tiap kemasan. Kegiatan ini perlu dilakukan meskipun sebelumnya telah dilakukan sampling di lokasi tempat pengadaan benur (hatchery). Pembahasan sampling benur telah diuraikan dalam pembahasan terdahulu.
3.  Proses aklimatisasi, yaitu proses penyesuaian dua kondisi lingkungan yang berbeda (dari hatchery ke perairan tambak) sehingga perubahan kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi benur.
4.  Kegiatan tebar benur setelah melalui proses aklimatisasi dianggap telah optimal sebagai langkah awal dimulainya proses budidaya pada periode tersebut.
Tahapan kegiatan tebar benur seperti tersebut di atas merupakan proses secara umum yang biasa dilakukan dalam kegiatan budidaya udang. Satu tahapan yang dapat dikatakan sebagai tahapan yang paling kritis adalah proses aklimatisasi.

Aklimatisasi
Aklimatisasi dapat dilakukan secara konvensional. Proses aklimatisasi menyangkut 2 katagori yaitu aklimatisasi suhu dan aklimatisasi salinitas. Benur yang dimasukkan dalam petakan tambak dibiarkan mengapung selama 30 menit untuk penyesuaian terhadap suhu. Kemudian kantong benur dibuka dan dimasukkan air tambak sedikit demi sedikit untuk penyesuaian salinitas. Pada waktu membuka kantong benur ada orang yang masuk ke dalam petakan tambak. Apabila kantong benur sudah terbuka semua, maka benur dapat dilepaskan ke dalam air di petakan tambak budidaya/pembesaran.
Pengertian dasar dari proses aklimatisasi seperti telah disebutkan di atas adalah proses penyesuaian dua kondisi lingkungan yang berbeda (dari hatchery ke perairan tambak) sehingga perubahan kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi benur. Kegiatan ini perlu dilakukan secara cermat dan penuh kesabaran agar tingkat stress benur terhadap perubahan lingkungan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga secara kualitas dan kondisi benur dapat dipertahankan secara optimal.
Tahapan-tahapan yang biasa digunakan dalam proses aklimatisasi mencakup:
1.  Pemindahan benur-benur yang masih dalam kemasan ke perairan tambak. Usahakan agar kemasan-kemasan benur tersebut dikumpulkan pada suatu tempat yang mudah untuk dijangkau di dalam petakan tambak (biasanya di pinggir petakan tambak atau di pojok petakan tambak) yang diberi pembatas sehingga kemasan benur tidak menyebar. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengamatan kondisi dan aktivitas benur selama proses aklimatisasi.
     Selama proses ini kemasan benur sebaiknya tidak dibuka terlebih dahulu (kecuali kemasan yang telah digunakan untuk sampling benur) dan biarkan selama beberapa saat di dalam perairan dalam keadaan tertutup. Selanjutnya lakukan pengamatan pada beberapa kemasan benur tersebut, jika di dalam kemasan benur tersebut telah terlihat berembun maka kemasan benur sudah dapat dibuka. Indikator ini menunjukkan bahwa suhu antara perairan tambak dan kemasan benur relatif telah sama. Lakukan hal sama pada kemasan-kemasan benur yang telah menunjukkan indikator yang sama.
2.  Pada saat membuka kemasan benur, lakukan penambahan air tambak ke dalam kemasan benur tersebut secara perlahan dengan menggunakan telapak tangan sehingga sebagian kemasan benur dalam kondisi berada di dalam perairan tambak. Biarkan kondisi tersebut untuk beberapa saat, dan lakukan kegiatan yang sama untuk kemasan-kemasan benur lainnya.
     Selanjutnya lakukan pengamatan terhadap kondisi dan aktifitas benur pada beberapa kemasan tersebut. Jika benur-benur di dalam kemasan sudah terlihat secara aktif di pinggir kemasan (pada beberapa kasus benur terlihat konvoi) maka hal ini menunjukkan bahwa benur sudah siap dipindahkan ke dalam perairan tambak. Indikator ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas air secara umum antara perairan tambak dan kemasan benur relatif telah sama.
3.  Pindahkan benur di dalam kemasan ke perairan tambak secara perlahan-lahan jika hasil pengamatan telah menunjukkan indikator seperti item nomor (2) di atas. Lakukan kegiatan yang sama untuk kemasan-kemasan benur lainnya.
4.  Lakukan pembersihan perairan tambak terhadap sampah/kotoran yang ditimbulkan oleh proses tebar benur ini agar tidak menimbulkan kendala dalam proses budidaya udang berikutnya.
Secara umum hal yang perlu diperhatikan dalam proses tebar benur selain faktor teknis budidaya adalah faktor kecermatan, ketekunan/kesabaran baik dalam melakukan proses tebar maupun pengamatan terhadap indikator-indikator dalam proses aklimatisasi agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan terkait dengan teknis budidaya udang. Untuk menghindari kejutan cuaca, benur sebaiknya tiba di tambak antara pukul 01.00 sampai 05.00. Aktivitas penebaran benur terdiri dari dua hal, yaitu proses aklimatisasi benur terhadap suhu dan salinitas.

Aklimatisasi terhadap Suhu.
Aklimatisasi suhu dilakukan dengan menyimpan kantong-kantong plastik berisi benur dibiarkan mengambang di air tambak selama 0,5–2 jam, tergantung perbedaan suhu air dalam kantong dan air tambak. Karena biasanya suhu air dalam kantong plastik berisi benur lebih dingin dari suhu air tambak, terbentuknya uap air yang melapisi bagian dalam plastik sering pula dijadikan indikator praktis kesesuaian suhu.

Aklimatisasi terhadap Salinitas
Aklimatisasi ini dilakukan dengan cara membuka kantong plastik dan segera menuangkan air dan benur ke dalam wadah khusus (seperti baskom plastik bervolume ± 30 l) yang telah diberi banyak lubang berdiameter ± 5 mm dan penutup setiap lubang. Wadah tersebut yang telah berisi air dan benur diambangkan di air tambak. Selanjutnya lubang dibuka dan air tambak akan masuk ke wadah dan bercampur dengan air dan benur. Banyaknya lubang yang dibuka akan menentukan kecepatan percampuran air atau penyesuaian salinitas. Penyesuaian salinitas ke tingkat yang lebih rendah ± 15 menit/1‰ sedangkan ke tingkat yang lebih tinggi ± 30 menit/1‰. Setelah air tambak berhenti masuk ke wadah (permukaan air di wadah sudah sama tinggi dengan di air tambak), benur dan airnya dituang pelan-pelan ke tambak. Benur sebaiknya ditebar tidak di satu tempat tapi menyebar di sepanjang pinggiran tambak.

Screening Benur

Benur yang akan ditanam harus sehat, bebas dari serangan patogen terutama white spot virus. Untuk itu setiap benur yang akan dikirim atau ditebar harus melalui screening dengan memakai formalin 100 ppm. Screening bisanya telah dilaksanakan di hatchery, namun jika pembelian berasal dari panti yang tidak menerapkan tahap ini maka sebelum aklimatisasi perlu dilakukan screening secara tersendiri. Dengan uji formalin ini benur yang bebas dari patogen akan hidup, sedangkan benur yang sakit akan lemas atau mati. Oleh karena itu hanya benur yang lolos dari screening dapat ditebar ke dalam tambak. Proses screening benur dengan memakai formalin di hatchery adalah sebagai berikut:
·   Siapkan tangki berbentuk bulat dengan ukuran sesuai dengan jumlah benur yang akan discreening.
·   Tangki tersebut diisi air bersih dan diaerasi dengan kuat.
·   Benur dari bak pemeliharaan dipanen, kemudian ditampung dalam bak penampungan benur hasil panen yang biasanya tersedia di hatchery.
·   Tambahkan formalin ke dalam tangki screening, sehingga konsentrasinya mencapai 100 ppm secara merata.
·   Benur dimasukkan ke dalam tangki screening dengan kepadatan 500 ekor per liter. Tangki tetap dalam keadaan diaerasi selama 15 menit ke depan.
·   Aerasi diangkat, untuk selanjutnya benur tetap berada di dalam tanki selama 30 menit ke depan.
·   Air di dalam tangki diputar dengan memakai tangan sehingga benur di dalamnya terbawa putaran arus air. Tunggu sampai putaran air berhenti, dimana pada saat itu udang yang tidak sehat akan mati atau lemas dan mengumpul di bagian tengah dasar tangki.
·   Keluarkan benur yang lemah/mati dari tangki dengan cara penyifonan memakai selang air.
·   Benur yang sehat di pindah kembali ke dalam bak penampungan yang berisi air bersih.
Untuk screening yang dilakukan di tambak, cara dan peralatan dapat menyesuaikan sesuai dengan kondisi setempat.

Rujukan: marindro-ina.blogspot.com; ariefmiftahuddin.blogspot.com; pustakadunia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar