Secara umum
ada dua cara untuk menghasilkan garam. Cara yang pertama adalah dengan proses
penguapan air yang mengandung garam tinggi, baik dari laut maupun danau. Cara
kedua adalah dengan melakukan penambangan garam yang tersimpan di bawah permukaan
tanah.
Di beberapa
negara terdapat area di bawah permukaan tanah yang berukuran besar dan memiliki
ketebalan beberapa meter garam yang disebut salt bed atau kasur garam. Negara
seperti Amerika Serikat, Pakistan, Jerman, Spanyol, Belanda, Iran memiliki gua-gua
garam yang dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi garam. Indonesia memiliki
tambang garam dengan deposit yang tergolong besar di dunia, yakni di Bima,
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sayangnya belum ada investor yang menggarap
potensi tersebut.
Berdasarkan
data produksi garam, Amerika Serikat menduduki posisi pertama dengan pasokan
hingga 46,5 juta ton (22%) dari produksi garam seluruh dunia sekitar 220 juta
ton. Selanjutnya Tiongkok 17%, India 7%, Kanada 6,7 %, Australia 5,3%.
Sedangkan Indonesia berada di posisi 32 dunia, yakni 0,5 % dari total pasokan
garam dunia. Negara penghasil garam terbesar memiliki kelebihan sistem pengolahan
garam, terutama berada pada tahap akhir sistem pengolahannya.
Mereka
memilih lokasi tambak garamnya di kawasan dengan kelembaban udara di bawah 70%
dan sumber air laut yang bersih. Berlainan dengan kondisi lingkungan tambak
garam di Indonesia yang mana air lautnya semakin kotor karena pencemaran.
Begitu pula tanah untuk produksi garam banyak yang bermasalah.
Di luar
negeri, proses evaporasi atau penguapan garam lebih sempurna karena perjalanan
air laut dari sejak titik masuk (intake)
hingga panen kristal garam bisa berjalan selama 9-12 bulan. Sedangkan di Indonesia
hanya berlangsung selama 4-5 bulan.
Modernisasi
dan transformasi teknologi garam nasional telah dilakukan dengan cara
menerapkan Teknologi Ulir Filter (TUF) Geomembran. Mekanisme TUF Geomembran
adalah sistem produksi garam dengan cara air laut dialirkan ke dalam kolam
penampungan terlebih dahulu, dilakukan filterisasi sebelum masuk ke dalam meja
kristal. Batok kelapa dan batu zeolit digunakan sebagai filter yang bersifat
karbon aktif, yaitu bisa menghilangkan bau dan memberi efek warna garam putih
alami.
Dengan
teknologi TUF Geomembran produktivitas bisa meningkat. Perbandingannya,
produksi garam dengan menggunakan cara tradisional hanya bisa menghasilkan 60-80
ton garam per hektar selama musim panen, namun dengan teknik di atas, panen
garam bisa mencapai 120-140 ton per hektar. Selain itu, proses pengkristalan
garam dengan menggunakan TUF Geomembran juga jauh lebih cepat, yaitu hanya 14
hari dibanding cara tradisional yang butuh waktu 30 hari.
Saat ini
sudah seharusnya dilakukan modernisasi usaha garam rakyat dengan inovasi
teknologi. Salah satunya adalah pembuatan garam dalam rumah garam. Rumah garam ini
terbuat dari bahan bambu dan plastik biasa. Teknologi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teknik TUF Geomembran dengan berbagai perubahan/rekayasa perlakuan.
Dalam
proses membuat garam dengan cara rumah garam, petani garam terlebih dahulu
mengumpulkan air laut untuk selanjutnya disimpan dalam tandon atau banker.
Air laut yang
disimpan hingga tua di dalam bunker, sambungnya, bisa sewaktu-waktu digunakan atau diproses
menjadi garam dengan disalurkan ke 15 petak tambak garam di lahan seluas 1
hektar.
Caranya, di
musim panas kita perbanyak air tua, sehingga bisa produksi sepanjang musim,
jadi harus ada bunker 1.000
meter per segi. air tua yang dikumpulkan kalau dijadikan garam bisa mencapai 100
ton.
Dengan inovasi
ini, bisa diproduksi garam sebanyak 400 ton per hektar dalam setahun karena
tidak lagi tergantung pada cuaca.
Gbr. 1. Rumah Garam berbentuk terowongan (tunel) |
Bentuknya dapat berupa terowongan (tunel) seperti tampak
dalam gambar (1) maupun prisma segi empat (gambar 2).
Gbr. 2. Rumah Garam berbentuk Prisma segi empat |
Beberapa kelebihan atau keuntungan system rumah garam dibandingkan dengan cara-cara lainnya adalah seperti tercantum dalam tabel berikut.
No.
|
Tradisional
|
Geoisolator
|
Prisma/Tunel
|
1
|
Pembentukan kristal garam sangat lama
|
Pembentukan kristal garam agak cepat
|
Pembentukan kristal garam lebih cepat
karena sinar matahari lebih fokus
|
2
|
Kualitas garam yang dihasilkan
tergolong KW 3
|
Kualitas garam yang dihasilkan
tergolong KW 1 dan KW 2
|
Kualitas garam yang dihasilkan
tergolong KW 1 dan kualitas industri
|
3
|
Memerlukan waktu 30 hari untuk pembentukan
lantai dasar garam
|
Memerlukan waktu selama 15 hari untuk
pembentukan lantai dasar garam
|
Memerlukan waktu 12 hari untuk pembentukan
lantai dasar garam
|
4
|
Waktu pembuatan garam
Tahap I : 30 hari
Tahap II : 15 hari
Tahap III : 10 hari, dst.
|
Waktu pembuatan garam
Tahap I : 30 hari
Tahap II : 15 hari
Tahap III : 10 hari, dst.
|
Waktu pembuatan garam
Tahap I : 15 hari
Tahap II : 12 hari, dst.
|
5
|
Produktivitas lahan 60-70 ton/ha per
musim setiap tahun selama 100 hari
|
Produktivitas lahan 120-130 ton/ha
per musim setiap tahun selama 100 hari
|
Produktivitas lahan 450 ton/ha per
musim sepanjang tahun selama 360 hari
|
6
|
Lebih rumit dalam proses produksi
|
Kemudahan dalam proses produksi
|
Mampu mengatur produksi garam sepanjang
tahun
|
7
|
Sulit dalam pemanenan
|
Mudah dalam pemanenan
|
Mudah dalam pemanenan
|
8
|
Warna garam kusam, putih kecokelatan
|
Warna garam putih kapur
|
Warna garam putih mengkilat
|
9
|
Kadar NaCl disesuaikan dengan
permintaan pasar (umumnya kurang dari 90%)
|
Kadar NaCl disesuaikan dengan
permintaan pasar (umumnya lebih dari 90%)
|
Kadar NaCl disesuaikan dengan
permintaan pasar (dapat mencapai lebih dari 94%)
|
Pustaka: id.beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar