Sabtu, 29 Juni 2019

SAMPAH DI LAUT



Sumber sampah plastik di lautan, sekitar 20 persen berasal dari kegiatan sektor pelayaran dan perikanan. Sementara 80 persen berasal dari daratan, yakni dari kegiatan di wilayah pesisir dan dari aliran sungai yang bermuara di pesisir dan laut.

Hasil survei pemantauan sampah laut Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2017 dan 2018 di 18 Kabupaten/Kota, menunjukkan rata-rata timbunan sampah laut sebesar 106,38 gram per meter persegi. (darilaut.id)
Komposisi sampah laut didominasi kayu (47,63 persen), plastik (11,38 persen), sisanya bahan lainnya, seperti kaca dan keramik logam, busa plastik, kain, karet, kertas dan kardus.
Persoalan pencemaran pesisir dan laut makin meningkat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sampah laut telah mencemari ekosistem pesisir dan laut yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem, serta berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Berbagai kerugian yang dirasakan oleh nelayan akibat timbunan sampah plastik yang tidak tertangani di lautan Indonesia, seperti zat beracun yang dapat terkonsumsi oleh biota laut yang tertipu.
"Pertama, zat beracun plastik yang menipu biota laut," kata Kepala Kajian Strategis KNTI Niko Amrullah.
Niko mengatakan biota laut khususnya ikan sering menganggap sampah-sampah plastik yang mencemari lautan sebagai makanannya.
"Sampah plastik itu punya sifat beracun yang mematikan, sehingga tidak jarang banyak biota laut yang mati akibat kandungan racun dari sampah itu," kata Niko.
Menurut dia, biota laut yang mati itu seharusnya berpotensi menjadi tangkapan para nelayan yang dapat menghasilkan keuntungan.

        Kerugian kedua adalah ikan tangkapan nelayan mengalami pergeseran genetik sehingga mengurangi nilai jual di pasar ikan.
"Banyak ikan yang mengalami pergeseran gen, senyawa plastik bercampur dengan organ tubuh ikan," katanya.
Ia mencontohkan harga ikan yang turun di daerah Selayar, Sulawesi Selatan akibat ditemukannya kandungan mikroplastik di dalam ikan. "Sebanyak 25 persen ditemukan ikan yang mengandung plastik, ini menurunkan daya jual ikan.
Meningkatnya konsentrasi plastik di laut dan racun yang menempel pada plastik yang terurai, akan masuk dalam perut dan darah ikan. Jika ini dimakan manusia, akan terjadi akumulasi racun atau mikro plastik dalam tubuh manusia.
Selain itu, diperkirakan kematian biota laut, saat ini, akibat kesulitan pencernaan dan pernapasan (ingestion) dan akibat terjerat jaring ikan.
Persoalan sampah plastik yang ada di wilayah laut Indonesia harus segera diselesaikan, karena berdampak pada perekonomian, ekologis, dan kesehatan masyarakat. Selain itu, sampah plastik juga akan merugikan biota laut yang ada di wilayah laut Nusantara.
Keberadaan mikroplastik di laut Indonesia tak ubahnya seperti monster mini yang setiap saat merusak ekosistem di dalamnya. Keberadaan mikroplastik, harus segera ditangani untuk mencegah kerusakan yang lebih luas lagi di dalam laut. Salah satu cara yang bisa dilakukan, adalah dengan mengubah perilaku manusia yang menjadi konsumen utama mikroplastik.
Agar persoalan sampah secara bertahap bisa diselesaikan, Pemerintah Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk mengurangi sampah plastik yang ada di laut hingga 70 persen pada 2025 mendatang.
Oleh sebab itu, maka dilakukan upaya-upaya percepatan yang komprehensif dan terpadu, demi menanggulangi permasalahan sampah plastik di laut.
Agar persoalan sampah plastik di laut bisa diselesaikan sebaik mungkin, pemerintah sudah menyiapkan langkah dan strategi berjenjang yang terintegrasi dengan semua pemangku kepentingan yang ada.
Keempat strategi tersebut adalah: Perubahan perilaku masyarakat, Pengelolaan sampah di daratan, pesisir dan perairan, serta Mekanisme pendanaan, dan Penguatan jaringan kerja sama kelembagaan dan ditunjang oleh adanya riset dan inovasi teknologi.
Dalam melaksanakan kegiatan dan strategi tersebut, memerlukan komitmen dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjadi garda paling depan untuk wilayah laut di Nusantara. Selain dua pihak tersebut, keterlibatan pelaku usaha dan masyarakat menjadi momen yang paling ditunggu untuk melaksanakan pengelolaan sampah plastik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar