Oleh :
Muhammad Murni, S.Pi. Disampaikan dalam Kuliatul ‘Ashr oleh Karisma di Masjid
Jami’ Walisanga Tanjung, Brebes
MUKADDIMAH
Definisi
puasa (as-Shaum) secara lughowi bermakna imsak (menahan diri / meninggalkan). Menurut syariat
berarti menahan diri dari makan dan/atau minum, syahwat dan segala yang
membatalkan dengan niat ibadah sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Malik ( 2003 )
menyatakan bahwa puasa Ramadhan mengakomodasi empat kebutuhan sekaligus : yakni
bersifat syar’i (sesuai perintah
agama), tabi’i (sesuai bawaan
alamiah), insani (sesuai hasrat
intelektual manusia) dan jama’i
(sesuai hasrat sosial). Sedangkan menurut Al-Jazairi dalam Hafiduddin (1996), puasa bermanfaat baik dari segi mental, sosial dan medikal. Lebih familiar
Danarto (2000) menyatakan bahwa dalam berpuasa kita bagaikan di-tune-up, di-spooring
dan di-balancing. Ini semua
sesuai dengan sabda Rasulullah saw.: “Berpuasalah, niscaya kalian menjadi
sehat”.
METODOLOGI
DAN PROSEDUR
1.
Niat
Niat yang
tepat berpengaruh signifikan terhadap hasil akhir suatu amal. Seorang mukmin,
terutama yang berpuasa, memerlukan sikap optimistis (roja / berpengharapan dan chusnudhon
/ berbaik sangka) dengan apa yang tengah dikerjakannya. Sikap dan pola
pikir seperti ini menjadikannya merasa mudah / ringan, senang hati dan
bersemangat dalam melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya. Sedangkan orang yang
tidak memiliki niat, dalam berbuat akan malas dan apatis dengan hasil perolehan
perbuatannya. (Telaah QS. Al-Baqarah: 62 dan Al-An’am: 132).
2.
Kendali
Diri (Self Control)
Pengendalian
diri merupakan aspek utama seseorang dikategorikan berpuasa atau tidak. Unsur /
komponan yang harus dikendalikan adalah ucapan, penglihatan, pendengaran,
perasaan dan syahwatnya (Perhatikan HR. Bukori Muslim). Semakin baik
kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri, maka semakin arif dalam mengatasi
berbagai problem hidup dan kehidupannya. Pengendalian diri yang tepat akan
membuahkan ritme organ tubuh menjadi normal, sehingga keseimbangan jaringan (hormonal) terjaga baik. Menjaga ritme organ dan jaringan adalah tujuan dari
segala tindakan medis guna tercapainya kesehatan jasmani yang prima dan
paripurna.
3.
Pola
Makan
Islam
menyempurnakan syariat puasa dengan sahur
dan ta’jil. Etika menyantap
hidangan, jenis menu tertentu yang dianjurkan dan formulasi asupan pangan
sangan jelas dipandu / diajarkan dalam syariat Islam. Paduan dari kedua hal
tersebut sangat ideal dalam menjaga kesehatan tubuh ( organ pencernaan ).
Beberapa
contoh syariat yang bisa ditelaah adalah sebagai berikut :
a.
Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyib (QS. Al-Maidah: 88).
b.
Dihalalkan semua organisma akuatik,
terutama organisma oceanic (QS.
Al-Maidah: 96).
c.
Tidak dianjurkan mengkonsumsi
‘jeroan”, kecuali hati (Al-Hadits)
d.
Bersegera berbuka dan mengakhirkan
sahur (Al-Hadits)
e.
Sunah berbuka dengan kurma, makanan
basah atau air (Al-Hadits)
f.
Menyantap makanan dengan tiga jari (Al-Hadits)
g.
Menyantap makanan sebaiknya tidak
bersandar (Al-Hadits)
h.
Membersihkan makanan yang tersisa (Al-Hadits )
i.
Mengisi lambung dengan tiga bagian (padatan, air dan udara). Versi lain dengan tujuh bagian (Al-Hadits)
4.
Qiyamul-lail,
Tadarus Quran dan I’tikaf
Beribadah
khusus di malam hari menjadikan seseorang lebih mengenal diri sendiri dan mampu
‘melihat’ berbagai aspek kehidupan
lain, juga dapat memancarkan ‘aura’ keimanan.
Dengan tadarus Quran seorang mukmin akan mengalami pencerahan lahir dan batin
karena kenikmatan yang diperoleh dari ‘mukjizat’
Al-Quran. Sedangkan i’tikaf adalah ritual sunah yang amat besar andilnya
terhadap berfungsinya komunikasi langsung seorang mahluk dengan penciptanya.
Perpaduan
ketiga aktivitas tersebut akan membuahkan ketenangan hati dan kecerahan
berpikir, yang pada akhirnya sangat mendukung terpeliharanya kesehatan.
5.
Kesalehan
Sosial
Kesalehan (“solidaritas”) sosial haruslah menjadi prosedur tetap atau parameter standar
yang perlu diterapkan pada setiap shoimin,
agar efek domain dari perilaku berpuasa menyebar ke pihak-pihak lain dan
membentuk komunitas kesalehan yang lebih luas. Setiap individu yang berpuasa
akan berinteraksi positif terhadap lainnya, sehingga terkumpul populasi
kesalehan sampai akhirnya terbentuk komunitas / masyarakat yang saleh secara
spiritual dan sosial.
Kesalehan /
solidaritas sosial dapat diaplikasikan dalam bentuk saling memberi bahan
berbuka, berzakat-infaq dan sodaqoh, menyantuni fakir-miskin dan yatim-piatu
serta menjadi pemaaf (Telaah HR. Bukhori Muslim).
PENUTUP
Puasa merupakan metode yang tepat untuk membentuk
jasmani dan ruhani yang sehat. Syariat Islam yang berkaitan dengan puasa dapat
mengobati penyakit dan/atau memperbaiki kerusakan jaringan tubuh dan menjaga
kesehatan lahir batin untuk masa kehidupan yang lebih lama. Diharapkan seorang
mukmin mampu mengaktualisasikan puasa islami yang kaffah dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar