Pemanfaatan total produksi
perikanan di Indonesia sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk segar (43,1%),
beku (30,4%), pengalengan (13,7%) dan dalam bentuk olahan lain (12,8%).
Pemanfaatan dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan asin, ikan asap, ikan
pindang, produk fermentasi (petis, terasi, peda dll.). Pengasapan ikan sampai
saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari industri perikanan
padahal pengembangan produk ikan asap mempunyai prospek yang cukup bagus di masa
mendatang. Mengingat bahwa di beberapa negara maju, tingkat konsumsi produk
ikan asap cukup bagus. Oleh karena itu upaya meningkatkan produksi dan kualitas
bagi ikan asap di Indonesia mendesak untuk dilakukan.
Ikan bandeng
asap memiliki karakteristik karena diolah dalam bentuk utuh (whole fish)
yang telah mengalami penyiangan terlebih dahulu (insang, isi perut dibuang) dan
diproses dengan cara diasapi. Pengolahan bandeng asap memang betul-betul hanya
memanfaatkan asap dalam proses pengolahannya. Dengan bantuan pemanasan maka
produk akhirnya dapat memiliki daya awet 2-3 hari dan bahkan bisa lebih yang
sangat ditentukan oleh panjang pendeknya waktu pengasapan dan cara penyimpanan.
Sementara itu, istilah ikan panggang lebih tepat digunakan untuk produk olahan
ikan asap di Jawa Tengah, karena dalam prosesnya dilakukan dengan memanggang
ikan/daging ikan langsung di atas bara api meskipun ada efek pengawetan juga
dari asapnya. Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari oleh
masyarakat sekitar dan pemasarannya sebagian besar masih terbatas pada pasaran
lokal meskipun ada yang sudah mencapai pasaran luar daerah dan bahkan luar
pulau.
Bandeng asap merupakan salah
satu produk olahan yang digemari oleh masyarakat dan pemasarannya sebagian
besar masih terbatas pada pasaran lokal meskipun ada yang sudah mencapai
pasaran luar daerah dan bahkan luar pulau.
Pengusaha yang
bergerak di bidang pengolahan bandeng asap dapat dikategorikan sebagai usaha
perseorangan dengan skala kecil menengah (UKM). Mereka dapat dikategorikan
menjadi 2 yakni:
1. Pengolah
ikan bandeng asap tetap yang melakukan seluruh aktifitas usaha, mencakup
pembelian bahan baku, pengolahan dan pemasaran langsung produknya. Produksi
dilakukan setiap hari.
2. Pengolah
ikan bandeng asap yang melakukan pengolahan hanya apabila ada pesanan dan
biasanya mereka tidak menjual secara langsung produknya tetapi sebagai pemasok
pada pengolah ikan bandeng asap tetap.
Mereka sebagian
besar mendapatkan keterampilan pengolahan secara turun temurun dari orang tua,
teman tetapi ada juga yang belajar sendiri (otodidak). Bahan baku ikan bandeng
diperoleh dari pemasok di daerah sekitar. Kapasitas produksi rata-rata berkisar
antara 20–40 kg per hari tergantung pada pemesanan.
Pasokan bahan
baku untuk ikan bandeng yang akan diolah menjadi produk bandeng asap tidak
mengalami masalah karena ketersediaan bahan baku dari tambak di sekitar daerah
masih sangat mencukupi. Pada saat musim ramai pesanan terutama terjadi pada
saat menjelang lebaran, hari natal dan tahun baru dan juga saat liburan dimana
produksinya dapat mencapai 50 kg/hari.
Mengingat bahwa ketersediaan
bahan baku bukanlah merupakan kendala untuk memproduksi bandeng asap, maka
perlu diupayakan untuk meningkatkan usaha bagi pebisnis bandeng asap di daerah
tersebut dengan melakukan sinergi antara pihak pengolah, pemerintah dan pihak perbankan.
Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha
Pada dasarnya
tidak terdapat persyaratan khusus dalam menentukan letak lokasi usaha
pengolahan ikan bandeng asap. Lokasi pengolahan ikan bandeng asap yang baik
tentunya adalah lokasi usaha yang dekat dengan sumber bahan baku utama, yakni
ikan bandeng segar, dan memiliki ketersediaan air yang cukup, serta akses yang
luas terhadap pemasaran.
Berdasarkan hal
di atas maka lokasi pengolahan ikan bandeng asap sebaiknya tidak jauh dari
pantai/tambak, karena ikan bandeng yang berasal dari tambak harus sedapat
mungkin segera sampai di tempat pengolahan agar tingkat kesegaran ikan dapat
tetap terjaga. Jika lokasi pengolahan ikan berada jauh dari tambak/pantai maka
konsekuensi harus melakukan penanganan ikan dengan baik. Misalnya dengan cara
pengangkutan dingin untuk menjaga kesegaran ikan bandeng. Tingkat kesegaran
ikan bandeng sangat mempengaruhi mutu ikan bandeng asap yang dihasilkan.
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Peralatan dan
perlengkapan yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng asap masih tergolong
tradisional.
Tabel: Peralatan Utama yang Digunakan untuk Pengolahan Bandeng Asap
Tahap, Alat/bahan
|
Fungsi
|
Persiapan
|
Air PAM/sumur
|
Mencuci ikan setelah
disiangi/dibersihkan isi perutnya juga untuk merendam ikan dalam air garam
|
Timbangan
|
Menimbang ikan dan garam
|
Ember
|
Wadah ikan sebelum diolah/dari
pemasok
|
Blong
|
Wadah pencucian ikan sebelum diolah
|
Keranjang plastik
|
Wadah untuk penirisan ikan setelah dicuci
|
Pengasapan
|
Alat pengasapan
|
Mengasapi ikan
|
Tungku
|
Memanaskan bahan bakar sekam
|
Pengait
|
Menggantung ikan saat diasapi
|
Blong perendaman
|
Merendam ikan dalam larutan garam
sebelum ikan dimasukkan dalam alat pengasapan
|
Keranjang plastik
|
Meniriskan ikan setelah perendaman
dalam larutan garam
|
Kayu bakar/sekam padi
|
Bahan bakar berupa sekam padi
kering atau kayu bakar
|
Garam
|
Merendam dan memberikan rasa gurih
serta kondisi fisik ikan yang lebih baik (daging menjadi kenyal)
|
Pendinginan
|
Kayu/bambu
|
Mendinginkan ikan asap yang baru
saja diasap, dengan cara digantungkan sebelum dijual
|
Blower/kipas angin
|
Mendinginkan ikan pindang yang baru
dikeluarkan dari alat pengasapan (tidak semuanya menggunakan alat tersebut)
|
Kertas koran
|
Menutupi ikan asap agar tidak
dihinggapi kotoran dan serangga saat pendinginan
|
Pengemasan
|
Plastik
|
Pengemasan primer ikan bandeng asap
yang terjual
|
Kemasan karton
|
Pengemas sekunder
|
Peralatan
tersebut mencakup beberapa tahapan proses termasuk persiapan/penyiangan,
pengolahan dan pengemasan. Yang perlu diperhatikan di sini, semua peralatan
yang berkontak langsung dengan produk harus tidak bersifat korosif, mudah
dibersihkan, dan terbebas dari kontaminasi mikroba dan bahan kimia berbahaya.
c. Bahan Baku
Ikan merupakan
salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah
didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh
sebab itu pengawetan ikan perlu dipahami dan diketahui semua lapisan
masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk
berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan
yang baik selama proses pengawetan seperti: menjaga kebersihan bahan baku dan
alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar serta garam yang bersih.
Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman,
pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Di beberapa
negara maju, ikan telah dikenal sebagai suatu komoditi yang populer karena
eksotik, memiliki rasa yang enak, ringan dan bagus untuk kesehatan. Ikan
merupakan sumber asam lemak tak jenuh, taurin dan asam lemak omega–3,
terutama untuk jenis ikan seperti tuna, tongkol, kembung dan lemuru dimana
komponen tersebut telah terbukti efektif untuk mencegah penyumbatan pembuluh
darah (arteriosclerosis). Oleh karena itu banyak orang berpendapat untuk
meningkatkan konsumsi protein harian (daily protein intake) terutama
yang berasal dari ikan dan konsumsi ikan yang paling bagus adalah ikan yang
memiliki mutu kesegaran terbaik, dimana hal tersebut sangat terkait dengan
teknik penanganan ikan setelah ditangkap. Manfaat makan ikan sudah banyak
diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan, ikan merupakan makanan
utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup
lebih tinggi bagi masyarakatnya dibandingkan dengan negara lain. Pengolahan
ikan dengan berbagai cara yang menghasilkan rasa yang bervariasi menyebabkan orang
memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak.
1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama
untuk pengolahan ikan bandeng asap adalah ikan bandeng segar (pada saat
tertentu ada juga bahan baku ikan tongkol, nila, tergantung pemesanan).
Kesegaran ikan memegang peranan penting dalam menentukan mutu produk ikan asap
yang dihasilkan. Ada persyaratan khusus untuk bahan baku ikan yang akan diolah
sebagai bahan pangan.
Persyaratan mutu
ikan segar menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992) secara organoleptik dan
mikrobiologi adalah sebagai berikut :
Tabel: Persyaratan Mutu Ikan Segar
Karakteristik
|
Persyaratan mutu
|
a. Organoleptik
|
7
|
b. Mikrobiologi
|
|
-
E.coli MPN per gram maksimal*
|
5 x 105 CFU/gr
|
-
TPC per gram, maksimal*
|
0
|
-
Vibrio Cholerae
|
Negatif
|
Keterangan: * apabila diperlukan
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional, 1992
Bentuk ikan yang
akan diasap dapat berupa ikan utuh, fillet, pembelahan atau pun dalam bentuk
potongan/irisan tergantung pada ukuran ikan danselera konsumen. Khusus untuk
ikan bandeng asap memang dilakukan dalam bentuk utuh yang telah
disiangi/dibuang isi perut dan insangnya untuk mengurangi kontaminasi mikroba
dalam bahan baku.
Tabel: Komposisi Kimia Ikan Bandeng Segar (per 100 gram)
Komponen
|
Kadar
|
Kalori
|
129 kkal
|
Protein
|
20 gram
|
Lemak
|
4,8 gram
|
Fosfor
|
150 mg
|
Kalsium
|
20 mg
|
Zat besi
|
2 mg
|
Vitamin A
|
150 SI
|
Vitamin B1
|
0,05 mg
|
Sumber: Purnomowati (2006)
Dari Tabel,
dapat dilihat bahwa ikan mempunyai kandungan protein tinggi dan kandungan
lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh
manusia.
2. Bahan Tambahan
a. Garam
Proses
pengasapan merupakan penggabungan antara proses penggaraman, pengasapan dan
pengeringan. Sebelum ikan diawetkan dengan proses
pengasapan, biasanya didahului dengan proses penggaraman dan pengeringan. Pada
proses pengasapan ikan, perlakuan penggaraman diterapkan sebelum ikan diasap
dengan cara merendam ikan dalam larutan garam (brine) yang kekentalannya
serta lama perendamannya disesuaikan dengan selera konsumen atau permintaan pasar.
Perendaman ikan dalam larutan garam dilakukan dengan konsentrasi 10%-15% dari
berat ikan selama 30-40 menit.
Tujuan penggaraman adalah agar daging
ikan menjadi kompak (firm) karena penghisapan air oleh garam dan penggumpalan
protein dalam daging ikan. Penggaraman juga bertujuan agar rasa daging ikan
menjadi lebih enak (5-15%) dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Ikan yang telah
mengalami proses penggaraman akan mempunyai daya simpan dan daya awet yang
tinggi karena garam dapat menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi
autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Dimana garam
menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena
kekurangan cairan, bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan
tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan
mengalami kekeringan dan akhirnya mati.
b. Bawang putih
Penggunaan
bawang putih bertujuan untuk menambah cita rasa bandeng asap juga dapat
berperan sebagai bahan pengawet. Bawang putih selain mengandung aroma khas juga
mengandung senyawa allisin yang berfungsi sebagai antibakteri.
3. Bahan Bakar (Sekam padi, kayu
bakar)
Dalam proses
pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah unsur-unsur kimia yang
terkandung di dalam asap. Kuantitas dan kualitas unsur-unsur kimia tersebut
tergantung pada bahan bakar dalam hal ini jenis kayu yang digunakan.
Untuk
menghasilkan bandeng asap bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu keras
yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol dan asam
organik cukup tinggi, karena unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan
dapat menghasilkan rasa maupun warna daging ikan asap yang khas. Jenis kayu
lunak tidak baik digunakan sebagai bahan pengasap. Hal ini disebabkan karena
kayu lunak banyak mengandung resin atau damar yang dapat menimbulkan rasa pahit
pada ikan. Kayu keras pada umumnya mempunyai
komposisi yang berbeda dengan kayu lunak yang banyak pori-porinya (coniferous
wood).
Asap dari hasil
pembakaran serbuk kayu mengandung formaldehid, aldehid tinggi, keton, dan asam
formiat yang rendah jumlahnya daripada dalam asap yang diperoleh dari hasil
pembakaran kayu, tetapi kandungan asam asetat, metilalkohol, dan tarnya
menunjukkan jumlah yang lebih tinggi.
Tabel: Kandungan
Bahan Organik Pada Kayu Keras dan Kayu Lunak (%)
Kandungan bahan organik
|
Kayu keras
|
Kayu lunak
|
Sellulosa
|
43-53
|
54-58
|
Lignin
|
18-24
|
26-29
|
Hemisellulosa:
|
|
|
- Pentosan
|
22-25
|
10-11
|
- Heksosa
|
3-6
|
12-14
|
Resin
|
3-1,2
|
2-3,5
|
Kadar abu
|
3-1,2
|
0,4-0,8
|
Sumber: Zeitsev et al (1969)
Beberapa bahan bakar yang baik sebagai
sumber asap yaitu potongan-potongan kayu dan serbuk kayu. Kayu keras (hard wood)
banyak mengandung sellulosa, lignin, dan hemisellulosa, contohnya tempurung
kelapa, kayu turi, kayu mahoni, jati, bengkirai, dan lain sebagainya. Jenis
kayu tersebut sebagian memang cukup mahal dan banyak digunakan untuk pembuatan
industri mebelair, tetapi dalam pengolahan bandeng asap dapat digunakan limbah
dari jenis kayu tersebut sehingga bias menekan harganya. Jenis kayu yang banyak
mengandung selulosa adalah yang terbaik karena menghasilkan mutu asap yang baik
dan akan mempengaruhi mutu produk
4. Peralatan yang Dibutuhkan
· Alat pengasap: berupa lemari asap
yang terbuat dari bahan logam yang dilapisi galvanis. Berukuran sekitar
150x80x100 cm dengan kapasitas sekitar 40-50 ekor ikan bandeng. Ada juga
pengolah yang memanfaatkan tong/drum minyak tanah yang diberi lubang pada bagian
atas dan bawah. Ukuran alat pengasap sangat bervariasi demikian juga bentuknya.
Sebagian ada yang menggunakan lemari asap terbuat dari logam yang dilapisi
galvanis kemudian dibuat permanen dengan semen dan batu bata.
· Alat peniris: terbuat dari rentangan kayu/bambu
yang berfungsi untuk meletakkan dan menggantungkan ikan supaya dingin setelah dikeluarkan
dari lemari asap. Alat peniris dapat dikatakan juga sebagai alat pendingin.
Dapat dilakukan dengan menggantungkan ikan pada sepotong kayu atau dapat dilakukan
dengan meletakkan ikan pada tempat/nampan terbuka.
· Alat display: terbuat dari kaca dan
aluminium sebagai tempat display sehingga pembeli dapat dengan mudah melihat
dan memilih produk bandeng asap sesuai dengan keinginan/ukuran yang
dikehendaki. Beberapa pengolah ada yang tidak melakukan display produk karena mereka
hanya melakukan produksi ikan asap kalau ada pesanan sehingga produk langsung
dikemas dan dikirim ke pemesan.
· Bahan pengemas: digunakan pada saat
ikan bandeng asap siap dipasarkan/ dibeli dan dikemas dengan plastik Poliethylen
(PE) sebagai bahan pengemas primer dan selanjutnya dimasukkan ke dalam
kotak karton (sebagai pengemas sekunder).
d. Tenaga Kerja dan Upah
Tenaga kerja
yang terlibat dalam proses pengolahan ikan bandeng asap bervariasi antara 2–8
orang (sebagian dari anggota keluarga sendiri) dan biasanya mereka tidak perlu
memiliki keterampilan khusus. Keterampilan diperoleh dari pengalaman selama
mereka menjalani usahanya. Pada umumnya pemilik berusaha untuk belajar terlebih
dahulu sehingga mendapatkan produk bandeng asap yang sesuai dengan
keinginannya. Tenaga kerja laki-laki maupun perempuan umumnya mampu mengerjakan
tahap-tahap pengolahan ikan bandeng asap.
Upah tenaga
kerja pada usaha pengasapan ikan bandeng ini bervariasi antar pengolah. Upah
ditentukan berdasarkan pengalaman dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Untuk
tenaga kerja biasanya hanya melibatkan 2-4 orang mengingat kapasitas produksi
untuk setiap pengolah tidak begitu besar (sekitar 15–30 ekor per hari). Tenaga
kerja biasanya laki-laki dengan upah antara Rp 30.000,- hingga Rp 40.000,- per
hari.
e. Teknologi
Usaha pengolahan
ikan bandeng asap ini menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses
pengolahannya belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan berat. Proses
pengasapan ikan dilakukan dengan peralatan yang dapat dibuat sendiri atau
dipesankan secara mudah dan tersedia di dalam negeri. Seperti bahan logam galvanis
untuk pembuatan alat pengasap dapat dibeli di toko-toko sekitar daerah tersebut.
Bahkan ada beberapa pengolah yang menggunakan modifikasi dari bahan tong logam
bekas yang dilubangi bagian atas dan bawahnya sehingga dapat berfungsi sebagai
alat pengasap.
f. Proses Produksi
Pembuatan bandeng
asap dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penyiangan dan pencucian ikan;
Proses penyiangan dilakukan terhadap ikan
bandeng segar untuk mengurangi kontaminasi bakteri terutama yang ada di insang
dan bagian alat pencernaan. Setelah penyiangan, ikan selanjutnya dicuci sampai
bersih dari kotoran dan sisa darah dengan air yang mengalir.
2. Perendaman ikan dalam air garam
Ikan yang telah dibersihkan direndam dalam
larutan garam dengan konsentrasi 15-20% selama ±2 jam. Beberapa pengolah juga
ada yang menambahkan bumbu (bawang putih) dalam proses perendaman tersebut.
3. Penirisan
Penirisan
ikan dilakukan setelah perendaman dalam larutan garam, bertujuan untuk
mengurangi jumlah air yang menempel pada ikan dengan cara menggantung ikan
dengan seutas tali
4. Penyiapan bahan bakar kayu/sekam
padi
Bahan bakar sekam padi/kayu disiapkan di dalam
alat pengasapan ikan dan dinyalakan sampai terbentuk bara
5. Pengasapan
|
Gambar: Posisi ikan bandeng asap
pada saat proses pengasapan
|
Ikan yang sudah tiris dimasukkan ke dalam
alat pengasap selama 2–10 jam tergantung dari keinginan pengolah dan berapa
daya awet produk yang dikehendaki. Selama proses pengasapan, diupayakan jangan
sampai terbentuk api karena hal tersebut akan mempengaruhi mutu produk bandeng
asap yang dihasilkan. Penempelan partikel asap ini yang akan sangat mempengaruhi
daya awet produk karena dalam partikel asap terdapat senyawa-senyawa fenol,
asam organik yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri dan juga anti oksidan.
Semakin banyak penempelan partikel asap maka semakin awet produk yang dihasilkan.
Dengan kata lain, lama waktu pengasapan yang panjang akan memberikan produk bandeng
asap yang memiliki daya awet lebih baik. Hal tersebut berimplikasi pada semakin
banyaknya bahan bakar yang digunakan sehingga akan menaikkan harga jual produk.
6. Pendinginan ikan
|
Gambar: Pendinginan ikan bandeng asap
dengan cara digantung
|
Ikan yang sudah selesai diasapi harus
dikeluarkan dari alat pengasap untuk selanjutnya didinginkan. Beberapa cara
pendinginan yang sering dilakukan adalah dengan menggantungkan ikan pada
sepotong kayu dan ditutup dengan kertas untuk menghindari menempelnya kotoran/debu
dan serangga pada produk.
7. Penjualan/pemasaran bandeng asap
|
Gambar: Tempat display produk ikan bandeng asap |
Untuk lebih memudahkan pembeli dalam memilih
produk ikan bandeng asap maka cara display dengan menggunakan aluminium dan
kaca sangat membantu. Pembeli dapat dengan leluasa memilih ikan sesuai dengan
ukuran dan penampilan produk yang dikehendaki.
Dalam mendisplay produk, sebagian pengolah
ada yang hanya membuat khusus bandeng asap saja dengan tambahan produk seperti ikan
bandeng presto sebagai upaya diversifikasinya. Sementara untuk pengolah yang
sekaligus memiliki toko, mereka akan mendisplay produk bandeng asap bersamaan
dengan produk olahan lain yang sangat banyak macamnya. Namun demikian untuk
ikan bandeng asap biasanya ditempatkan pada lemari kaca tersendiri untuk lebih
menarik konsumen. Pada kenyataannya ada ikan bandeng asap yang sudah cabut duri
(istilahnya lokalnya “tandu”: tanpa duri). Untuk produk tandu bandeng asap
harganya lebih mahal, dan konsumen lebih banyak yang menyukai bandeng asap
dengan duri karena bentuknya yang lebih menarik.
Diagram alir pembuatan bandeng asap
adalah sebagai berikut:
|
Gambar: Alur proses pengasapan ikan bandeng
|
Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengasapan, antara lain:
1. Jenis bahan bakar.
Jenis kayu yang baik untuk digunakan sebagai
bahan bakar adalah kayu keras seperti kayu turi, serbuk gergaji, kayu jati,
sabut dan tempurung kelapa. Jenis kayu keras mengandung senyawa fenol dan asam organik
yang cukup tinggi yang sangat dibutuhkan untuk proses pengasapan.
2. Kepekatan asap.
Asap mempunyai efek antibakteri atau
bakterisidal sehingga dapat mengawetkan ikan. Apabila mengandung
kadar air tinggi maka asap akan pekat sedangkan bila berkadar air rendah maka
asap akan tipis.
3. Suhu.
Sebaiknya asap tidak dihasilkan dari
pembakaran di atas 175-205°C, karena pada suhu tinggi akan menimbulkan rasa
pahit dan zat karsinogenik pada produk. Pada pengasapan yang dilakukan dengan suhu
tinggi juga dapat menyebabkan hasil produk yang kurang baik, karena permukaan
daging akan mengeras sehingga cairan pada bagian dalam tubuh ikan menjadi
terhalang penguapannya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peristiwa “case
hardening” (bagian luar daging ikan
mengering tetapi bagian dalamnya masih basah).
4. Kelembaban udara (RH).
Proses penyerapan asap sangat mempengaruhi
kelembaban udara, sehingga pengontrolan sangat penting. Kelembaban yang tinggi menambah
waktu pengasapan dan memperbanyak konsentrasi asap yang terserap dalam daging
ikan sehingga rasa asap menjadi sangat kuat, tetapi produk tidak kering.
Sebaliknya RH yang terlalu rendah dapat menghambat penyerapan asap. RH 60%
menyerap lebih banyak asap dan lebih cepat daripada tingkat RH yang lain.
5. Sirkulasi udara.
Sirkulasi udara yang baik dalam ruang
pengasapan menjamin mutu bandeng asap yang lebih sempurna, karena suhu dan
kelembaban ruang tetap konstan selama proses pengasapan berlangsung. Aliran
asap berjalan dengan lancar dan kontinyu sehingga partikel asap yang melekat
menjadi terarah dan merata.
6. Lama Pengasapan.
Lama pengasapan dapat mempengaruhi
komposisi nutrisi ikan terutama kadar lemaknya. Suhu yang tinggi selama proses
pengasapan ikan dapat menurunkan kadar asam lemak omega-3 (DHA) ikan. Oleh karena
itu perlu dipertimbangkan lama waktu pengasapan ikan yang benar-benar efektif
untuk mempertahankan nilai gizi sekaligus mengawetkan dan aman bagi konsumen.
Kriteria Mutu Sensoris Ikan Asap
Kenampakan
· Permukaan ikan asap cerah, cemerlang dan mengkilap. Kalau
kusam dan suram menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah kurang bagus mutunya
atau karena perlakuan dan proses pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan
benar.
· Tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mengering,
sisa isi perut, abu, atau kotoran lain. Adanya kotoran semacam ini menjadi
indikasi kalau pengolahan dan pengasapannya tidak baik. Kalau pada permukaan
ikan terdapat deposit kristal garam maka hal ini menunjukkan bahwa penggaraman terlalu
berat dan tentunya rasanya sangat asin.
· Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau
lendir.
Warna
· Ikan asap berwarna cokelat keemasan, cokelat kekuningan,
atau cokelat agak gelap. Warna ikan asap tersebar merata. Adanya warna
kemerahan di sekitar tulang atau warna gelap di bagian perut menunjukkan bahwa
ikan yang diasap sudah bermutu rendah.
Bau
· Bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak
tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, tanpa bau apak.
Rasa
· Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam,
tanpa rasa getir atau pahit, tidak terasa tengik.
Tekstur
· Tekstur kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali
produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak
lengket. Hendaknya kulit ikan tidak mudah dikelupas dari dagingnya.
Sumber: Wibowo (2002)
Nilai organoleptik ikan asap menurut
SNI No. 01-2725-1992 adalah >7 dengan kriteria kenampakan menarik dan
bersih, bau asap cukup tanpa ada tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi
padat, kompak serta kering antar jaringan. Persyaratan mutu ikan asap menurut
SNI No. 01-2725-1992 tercantum dalam berikut.
Tabel: Nilai
Organoleptik Ikan Asap Menurut SNI No. 01-2725-1992
Jenis Uji
|
Satuan
|
Persyaratan Mutu
|
a. Organoleptik
- nilai minimum
- kapang
|
|
7
Tidak tampak
|
b. Cemaran mikroba
- ALT, maksimum
- Eschericia coli
- Salmonella sp*
- Staphilococcus aureus *
|
CFU / gram
APM / gram
Per 25 gram
Per 25 gram
|
5 x 105
< 3
Negatif
Negatif
|
· Cemaran kimia
- air, maksimum
- garam, maksimum
- abu tidak larut dalam asam, maksimum
|
% b / b
% b / b
% b / b
|
60
4
1,5
|
(*) bila diperlukan
Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan (1994)
g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi
Jumlah produksi
ikan bandeng asap sangat ditentukan oleh jumlah permintaan atau pesanan. Untuk musim-musim
tertentu seperti mendekati hari liburan, hari raya lebaran dan ramadhan, serta
hari besar lainnya maka pesanan dapat melebihi kapasitas (sekitar 60-80 ekor
per hari). Sementara pada musim sedang seperti pada bulan Juli saat awal masuk
sekolah dan musim sepi saat menjelang Ramadhan, jumlah produksi berkurang
mencapai 25–40 ekor per hari. Jenis produk bandeng asap biasanya hanya dua
yaitu bandeng asap yang biasa (dengan duri) dan bandeng asap tanpa duri (tandu).
Untuk bandeng asap tandu lebih mahal harganya dan memiliki prospek yang cukup
baik. Kualitas produk ikan bandeng asap cukup baik karena di sini pengawetan
produk dilakukan dengan baik terutama untuk proses pengasapan lama (sampai 10
jam) maka daya awet bandeng asap semakin baik. Hal tersebut selain karena
adanya pengurangan kadar air bahan yang signifikan juga karena penempelan
partikel asap yang dapat mempengaruhi mutu dan daya awet produk.
h. Kendala Produksi
Kendala yang
dihadapi oleh industri pengasapan ikan bandeng adalah alat pengasapan yang
masih sangat sederhana terbuat dari drum dan ada juga dari bahan logam,
sehingga energi asap banyak terbuang serta terjadi pencemaran udara di
lingkungan sekitar. Berhubung usaha produksi ikan bandeng asap sebagian besar
dilakukan dengan skala kecil menengah maka sentuhan teknologi masih terbatas
dengan adanya keterbatasan daya awet produk maka jangkauan pemasaran juga belum
optimal.
Kendala lain
yang mungkin timbul dalam usaha pengasapan ikan adalah ketersediaan bahan baku
ikan terutama yang berasal dari laut karena sangat dipengaruhi oleh cuaca/alam.
Pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Desember sampai Maret, kondisi hasil
tangkapan ikan bandeng dari laut sangat sedikit. Untuk itu pasokan ikan bandeng
hanya mengandalkan dari budidaya di tambak. Pada saat pasang mati di laut dan
musim penghujan tangkapan ikan bandeng dari tambak juga menurun, bahkan sangat
sedikit.
Kondisi seperti
ini menyebabkan kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik
sepanjang tahun. Dari sisi produsen, produksi bandeng asap pada usaha skala
kecil yang masih banyak dilakukan di Indonesia sebagian besar masih bersifat
tradisional dengan mutu produk yang masih rendah.
Melihat
kendala-kendala yang umumnya ditemui pada usaha pengasapan ikan ini, maka
sebaiknya pengusaha perlu memperbaiki pola produksi baik dengan mempergunakan
alat produksi atau teknologi yang lebih maju untuk menghasilkan produk dengan
mutu dan daya awet lebih baik; maupun dengan mengikuti pelatihan-pelatihan
terkait. Sedangkan dari sisi pemerintah, instansi terkait di setiap daerah,
terutama Dinas Kelautan dan Perikanan perlu memberikan pelatihan-pelatihan yang
berkaitan dengan perbaikan kualitas produksi bandeng asap.