Pengaruh Sanitasi Terhadap Mutu Ikan
Pengertian mutu
ikan secara sederhana adalah tingkat kesegaran ikan. Mutu ikan lebih
menunjukkan pada penampilan estetika atau derajat pembusukan sampai dimana
telah berlangsung, termasuk juga aspek keamanan seperti bebas bakteri, parasit
atau bahan kimia. Mutu ikan dapat dievaluasi dengan metode sensori dan
instrumen. Metode sensori adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi mutu
secara subjektif dengan melakukan pengamatan pada bagian tubuh ikan yang dapat
dijadikan sebagai indikator kesegaran, seperti mata, insang, daging atau perut,
dan konsistensi. Contoh metode sensori adalah uji organoleptik. Metode
instrumen adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi mutu ikan dengan
menggunakan alat khusus, biasanya digunakan untuk uji yang bersifat kimiawi.
Ada beberapa
tingkatan kesegaran ikan basah, dimana tingkat kesegaran tersebut dapat dilihat
secara organoleptik. Ikan dikatakan masih segar bila memiliki mata yang cerah
dan jernih serta belum memiliki lendir, insangnya berwarna merah segar, daging
dan perut berwarna asli dan bau isi perut segar serta memiliki daging yang elastis
bila ditekan dengan jari.
Tingkat kesegaran
ikan basah memiliki 9 tingkatan bila dilihat secara organoleptik (SNI
01-2346-2006).
Tabel Nilai mutu organoleptik ikan
basah
Nilai
|
Parameter
|
Tanda-tanda
|
9
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih.
Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri.
Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli,
tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah
terang, dagingnya utuh, bau isi perut segar.
Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit
menyobek daging dari tulang belakang.
|
8
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Cerah, bola mata rata, kornea jernih.
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir.
Sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada
pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding
perut dagingnya masih utuh, bau netral.
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit
menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan
jenisnya.
|
7
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan,
kornea agak keruh.
Warna merah agak kusam, tanpa lendir.
Sayatan daging cemerlang, warna asli, sedikit ada
pemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar,
bau netral.
Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit
menyobek daging dari tulang belakang.
|
6
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan,
kornea agak keruh.
Merah agak kusam, sedikit lendir.
Sayatan daging masih cemerlang, di dua perut agak
lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau
susu.
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari,
agak mudah menyobek daging dari tulang belakang.
|
5
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea
agak keruh.
Mulai ada diskolorasi merah muda, merah coklat,
sedikit lendir.
Sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek,
banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu.
Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah
menyobek daging dari tulang belakang.
|
4
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih
susu, kornea keruh.
Insang Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir.
Sayatan daging tidak cemerlang, di dua perut lunak,
pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit
asam.
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat
hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang.
|
3
|
Mata
Insang
Konsistensi
|
Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh.
Perubahan warna merah coklat, lendir tebal.
Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan
mudah menyobek daging dari tulang belakang.
|
2
|
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal.
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada
sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak.
Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah
sekali menyobek daging dari tulang belakang.
|
1
|
Mata
Insang
Daging dan perut
Konsistensi
|
Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang
tebal.
Warna putih kelabu, lendir tebal sekali.
Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada
sepanjang tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk.
Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila
ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.
|
Mutu ikan yang
tertangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor yang disebabkan oleh faktor yang
bersifat alamiah dan biologis serta faktor cara penanganan sejak ikan ditangkap
sampai pada konsumen. Kemunduran mutu disebabkan oleh perubahan enzimatis,
biokimia, mikrobiologis, dan fisik. Struktur ikan dan senyawa kimia yang
menyusunnya mudah mengalami perubahan yang dapat disebabkan oleh suatu
katalisator yang disebut enzim. Dibandingkan dengan hewan lainnya, daging ikan
lebih mudah turun kesegarannya, ini disebabkan karena daging ikan terdiri dari
asam-asam lemak tak jenuh, sehingga mudah teroksidasi. Ikan segar yang baru
ditangkap mengandung jutaan mikroba yang setelah ikan mati akan meningkat
aktivitas pembiakannya. Kegiatan mikroba akan mengakibatkan kemunduran mutu
yang disebut sebagai perubahan mikrobiologis.
Selain
proses-proses tersebut, faktor fisik juga dapat mempercepat kemunduran mutu
ikan, antara lain suhu yang tinggi sehingga mempercepat proses enzimatis,
biokimia, dan mikrobiologis; kerusakan fisik saat ikan ditangkap dan penanganan
yang kasar. Faktor fisik yang mempercepat kemunduran mutu ikan meliputi:
1) Pengaruh mikrobiologis terhadap mutu
ikan
Ikan menjadi busuk disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, faktor alamiah harus ditekan sekecil
mungkin untuk menghambat aktivitas bakteri. Bakteri yang mengkontaminasi ikan
hasil tangkapan dapat berupa bakteri yang berasal dari air, kapal, dan pabrik
pengolahan;
2) Pengaruh cara penangkapan terhadap
mutu ikan
Metode
dan alat tangkap mempengaruhi mutu ikan yang ditangkap sehingga perlu
penyesuaian antara cara dan jenis alat tangkap dengan jenis ikan yang
ditangkap.
(a) Cara kematian: membunuh ikan dengan
segera adalah lebih baik daripada membiarkan ikan mati secara perlahan atau
mengadakan perlawanan, karena rigor mortis (proses pembusukan pada tahap awal)
akan datang lebih lambat dan lebih lama berlangsungnya;
(b) Lama ikan pada alat tangkap: jika jangka
waktu antara ikan tertangkap dan diangkat dari air terlalu lama, maka ikan akan
mati sebelum sampai di geladak dan proses kemunduran mutu sudah mulai terjadi;
(c) Temperatur air: jika ikan mati pada
alat penangkap sebelum diangkat dari air, maka temperatur air merupakan faktor
penting;
(d) Selektivitas pada alat tangkap: ikan
yang berukuran kecil dari satu spesies cenderung lebih cepat mengalami
kemunduran mutu dibandingkan dengan ikan yang berukuran lebih besar. Hal ini
dapat dihindari dengan memakai mata jaring yang besar sehingga ikan yang kecil
tidak ikut tertangkap;
(e) Faktor biologis: ikan yang tertangkap
sewaktu perutnya penuh dengan makanan akan mengalami kemunduran mutu yang lebih
cepat dibandingkan ikan yang lapar karena enzim sedang giat bekerja. Ikan yang
sedang dalam masa bertelur juga menunjukkan penurunan mutu yang relatif lebih
cepat. Berdasarkan faktor biologis ini dapat diciptakan alat tangkap yang
selektif atau disesuaikan menurut waktu serta daerah penangkapannya.
3) Pengaruh penanganan terhadap
kualitas ikan
(a) Penanganan di kapal
Ada
tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam penanganan ikan di kapal
yaitu suhu, waktu, dan kebersihan dalam bekerja;
(b) Penanganan di darat
Perubahan
suhu yang terjadi selama pembongkaran ikan ke darat, dalam pelelangan,
pengepakan selama transportasi ke pusat distribusi atau ke pabrik pengolahan
sangat berpengaruh terhadap kesegaran ikan.
Terdapat beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi mutu ikan dalam proses penanganan, yaitu:
Tabel: Faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu ikan dalam proses penanganan
Mata rantai penanganan
|
Berbagai faktor yang mempengaruhi
|
Nelayan
|
Pengetahuan,
perlakuan (kebersihan dan kehati-hatian)
|
Operasi penangkapan
|
Tipe
alat tangkap, metode operasi yang digunakan, metode penarikan kapal
|
Kapal penangkap
|
Penanganan
di kapal, kebersihan, desain tempat penyimpanan ikan dan pengoperasiannya
|
Di darat termasuk pedagang atau pengecer
|
Penanganan
di darat, kebersihan, desain tempat penyimpanan ikan serta praktek
pendistribusian; Pengetahuan penanganan ikan, desain tempat penyimpanan untuk
penjualan/pengeceran, dan kebersihan
|
Ikan yang sudah
ditangkap harus secepatnya ditangani dengan baik. Penanganan ikan segar
bertujuan untuk mempertahankan kesegaran atau setidaknya ikan masih segar
ketika sampai di konsumen. Penanganan ikan segar diusahakan agar suhu selalu
rendah dan mendekati 00 C. Sebaiknya suhu jangan sampai naik,
misalnya terkena sinar matahari secara langsung atau kekurangan es selama
proses pendistribusian dari daerah penangkapan ke tempat pendaratan hingga
akhirnya sampai di TPI. Kekurangan es dan peningkatan suhu akan membuat proses
pembusukan semakin cepat terjadi.
Proses pendinginan
ikan yang paling baik yaitu dengan menggunakan media pendingin berupa es batu.
Es batu dapat menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat tanpa mengubah kualitas
ikan dan biaya yang diperlukan relatif lebih rendah dibandingkan dengan media
pendingin lain. Teknik pendinginan ikan dengan menggunakan es dalam suatu wadah
yang baik adalah mengusahakan agar semua suhu permukaan tubuh ikan yang diberi
perlakuan mengalami kontak dengan es. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan
penyerapan panas dari tubuh ikan. Semakin luas permukaan tubuh ikan yang dapat
melakukan kontak dengan es, maka penurunan suhu tubuh ikan akan semakin cepat.
Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan
perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (UU Perikanan No. 31
Tahun 2004).
Klasifikasi
pelabuhan perikanan dapat dipengaruhi oleh:
a) Luas lahan, letak, dan jenis
konstruksi bangunan;
b) Jenis alat tangkap yang menyertai
kapal-kapalnya;
c) Jenis perikanan dan skala
usahanya; dan
d) Distribusi dan sajian hasil
tangkapan.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.16/MEN/2006, DKP (2006)
menyebutkan bahwa pelabuhan perikanan terbagi atas 4 kelompok yaitu
- Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe
A),
- Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe
B),
- Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe
C), dan
- Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D).
Setiap kelompok
memiliki persyaratan khusus seperti jumlah kapal, produksi hasil tangkapan per
hari, batasan alur pelayaran, dan lain-lain. Kriteria Pelabuhan Perikanan
Pantai adalah:
a) Melayani
kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan ZEEI;
b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk
kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;
c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100
m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;
d) Mampu menampung sekurang-sekurangnya 30
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal
perikanan sekaligus; dan
e) Memiliki lahan sekurang-kurangnya
seluas 5-15 ha.
Persyaratan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah :
1) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi
persyaratan:
§ Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk
dibersihkan;
§ Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan
dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem
pembuangan limbah cair yang higiene;
§ Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat
cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus
dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
§ Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam
pengawasan hasil perikanan
§ Terhindar atau jauh dari kendaraan yang mengeluarkan
asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan;
§ Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai
pelelangan; wadah harus dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut
bersih;
§ Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok,
meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan
jelas;
§ Mempunyai fasilitas pasokan air tawar dan atau air
laut bersih yang cukup;
§ Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air
untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan
2) Tempat
pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai
dingin;
3) Pelaku usaha perikanan yang
bertanggungjawab pada pelelangan dan pasar induk atau pasar lainnya yang
memaparkan produk, harus memenuhi persyaratan berikut:
§ Harus mempunyai ruang pendingin yang dapat dikunci
untuk menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk
yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda;
§ Mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian
kemanan hasil perikanan.
4) Pada saat
memaparkan atau menyimpan hasil perikanan:
§ Peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan
lain;
§ Kendaraan yang mengeluarkan asap yang dapat
mempengaruhi produk tidak boleh mengkontaminasi ruangan peralatan
tersebut;
§ Personil yang mempunyai akses ke ruang peralatan tidak
diperbolehkan memasukkan binatang lain; dan
§ Peralatan harus memungkinkan dilakukan pengendalian
oleh Otoritas Kompeten
5) Jika pendinginan tidak
memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar harus didinginkan sesegera
mungkin dan disimpan dengan suhu mendekati suhu leleh es;
6) Pelaku usaha perikanan harus
bekerjasama dengan otoritas kompeten sehingga memungkinkan petugas pengawas
mutu dapat melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
7) Tempat
pelelangan ikan harus:
§ Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan
persyaratan sebagaimana pada angka 1 hingga 6;
§ Tempat Pelelangan Ikan harus menerapkan dan
mendokumentasikan GHdP (Good Handling Practices);
§ Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga
tetap terkini;
§ Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode
waktu tertentu
Gedung
TPI yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Memiliki
persediaan air bersih;
2) Memilki
wadah atau peti untuk melelang hasil tangkapan;
3) Tidak
terdapat genangan air di lantai pelelangan.
Pelabuhan
perikanan yang telah dibangun sebaiknya dapat berfungsi secara optimal, dengan
kata lain seluruh prasarana dan sarana pelabuhan perikanan yang ada dapat
digunakan untuk mengelola aktivitas pelabuhan perikanan yang meliputi
pendaratan, penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan. Begitu juga halnya
dengan PPP yang memiliki beberapa fasilitas, yaitu fasilitas pokok seperti
dermaga dan kolam pelabuhan; dan fasilitas fungsional seperti TPI, mushalla, toilet,
dan lahan parkir. Selain itu, di PPP juga berlangsung beberapa aktivitas atau
kegiatan perikanan seperti kegiatan pendaratan dan pemasaran ikan.
Kegiatan
pendaratan meliputi pembongkaran dan penyortiran ikan. Kegiatan pemasaran
melalui dua alur yaitu melalui proses lelang dan tidak melalui proses lelang.
Pemasaran hasil tangkapan yang melalui proses lelang biasanya memiliki mutu
cukup bagus, sehingga diharapkan harga yang nantinya didapatkan adalah harga
yang menguntungkan baik untuk nelayan maupun bagi konsumen. Berdasarkan
aktivitas tersebut seharusnya pelabuhan perikanan dapat melakukan aktivitas
perikanan atau dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Namun,
fungsi-fungsi itu juga tidak berjalan secara sempurna dikarenakan beberapa
faktor seperti fasilitas pelabuhan yang tidak memadai serta kebijakan
pemerintah yang kurang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan perikanan di
pelabuhan itu. Kondisi ini berpengaruh terhadap produksi perikanan di suatu
pelabuhan perikanan.
Selain faktor yang
telah disebutkan di atas, faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi
perikanan adalah sanitasi dan higienitas, baik sanitasi saat di kapal maupun di
pelabuhan ketika hasil tangkapan didaratkan dan dipasarkan.
Analisis
Pengaruh Penurunan Mutu Hasil Tangkapan: Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)
Analisis dengan
menggunakan diagram sebab-akibat (fishbone diagram) digunakan untuk
menganalisis suatu proses atau situasi dan menemukan kemungkinan penyebab
timbulnya persoalan serta akibatnya. Diagram ini penting untuk mengidentifikasi
secara tepat hal-hal yang berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan, khususnya
penyebab yang ditinjau dari aspek sanitasi dan higienitas di dermaga dan TPI.
Adapun garis besar langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat adalah:
Langkah 1: Menentukan karakteristik mutu. Karakteristik inilah yang harus
diperbaiki dan dikendalikan serta menemukan penyebab permasalahan yang ada
(penyebab utama).
Langkah 2: Menempatkan karakteristik
mutu pada sisi kanan panah. Menggambar panah besar dari sisi kiri ke kanan.
Mutu
Langkah 3: Menuliskan faktor utama
yang menyebabkan karakteristik mutu, mengarahkan panah cabang ke panah utama.
Lebih baik untuk mengelompokkan faktor penyebab yang mempunyai kemungkinan
besar terhadap dispersi kedalam item-item.
Faktor utama
Mutu
Langkah 4: Menuliskan faktor rinci
yang dianggap sebagai penyebab pada setiap item cabang, menyerupai ranting.
Menuliskan faktor lebih rinci pada setiap ranting, untuk membuat cabang yang
lebih kecil. Faktor yang lebih rinci untuk membuat cabang yang lebih kecil
dapat disebut sebagai faktor cabang atau faktor penyebab akar dari suatu
karakteristik mutu. Bila tidak ditulis maka tidak dapat membantu untuk
menemukan penyebab permasalahan tersebut.
Faktor utama
Mutu
panah cabang
Langkah 5: Melakukan pemeriksaan
untuk memastikan bahwa semua item yang mungkin menjadi penyebab permasalahan
telah masuk ke dalam diagram. Bila tercantum dan hubungan sebab akibat telah
digambarkan dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap.