Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic
state) terbesar di dunia. Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan
dengan luas wilayah laut mencapai 5,8 juta km2 dan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Potensi perairan tersebut dapat menghasilkan ± 6,7 juta
ton ikan per tahun. Produk Domestik Bruto (PDB) selama periode 2000-2003, sub
sektor perikanan meningkat sebesar 26,04%, jauh lebih tinggi dibandingkan
peningkatan PDB total yang sebesar 12,14% (DKP, 2004). Pada 2007, PDB sub
sektor perikanan mencapai Rp. 96,8 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi ke
PDB kelompok pertanian sekitar 17,7% atau kontribusi terhadap PDB nasional
sekitar 2,45% (DKP, 2007). Oleh sebab itu, perikanan merupakan sub sektor yang
sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan di Indonesia.
Ikan sebagai komoditi utama di sub sektor perikanan
merupakan salah satu bahan pangan yang kaya protein. Manusia sangat memerlukan
protein ikan karena selain mudah dicerna, pola asam amino protein ikan pun
hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Di
samping itu, kadar lemak ikan yang rendah sangat bermanfaat bagi kesehatan
tubuh manusia.
Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram
Bahan
Komponen
|
Kadar (%)
|
Kandungan air
Protein
Lemak
Mineral dan Vitamin
|
76,00
17,00
4,50
2,52-4,50
|
Namun demikian, ikan
merupakan komoditi yang cepat mengalami pembusukan (perishable food).
Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik dari ikan itu sendiri maupun mikroba dan
proses ketengikan (rancidity). Kadar air ikan segar yang tinggi
mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang terdapat di
dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama, menjadi kendala dalam usaha
perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar
pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, sejak lama masyarakat
berusaha melakukan berbagai macam proses pengolahan pasca panen ikan guna
meminimalkan kendala tersebut.
Pada dasarnya proses
pengolahan pasca panen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging
ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat perkembangbiakan mikroorganisme
dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan memiliki daya tahan lebih
lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-macam cara pengolahan
pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern.
Salah satu diantara
produk olahan ikan adalah abon ikan. Abon merupakan produk olahan yang sudah
cukup dikenal luas oleh masyarakat. Dewan Standarisasi Nasional mendefinisikan
abon sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang terbuat dari daging
yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Pembuatan abon
menjadi alternatif pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk
perikanan dan mengantisipasi melimpahnya tangkapan ikan di masa panen.
Abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang
diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang
dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya
awet yang relatif lama. Abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang
dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan,
penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan
pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging
ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun
sebagai lauk-pauk.
Proses
pembuatan abon ikan relatif mudah sehingga bisa langsung dikerjakan oleh
anggota keluarga sendiri. Peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana
sehingga untuk memulai usaha ini relatif tidak memerlukan biaya investasi yang
besar. Oleh sebab itu, usaha pengolahan abon ikan ini bisa dilakukan dalam
skala usaha kecil. Hal ini membuat usaha ini sangat berpotensi untuk
dikembangkan di banyak wilayah di Indonesia yang memiliki sumberdaya perikanan
laut yang melimpah.
1. Lokasi Usaha
Tahap penting dalam memulai suatu usaha adalah pemilihan
lokasi tempat usaha akan didirikan. Pertimbangan penetapan lokasi usaha
didasarkan pada faktor kedekatan letak dari sumber bahan baku, akses pasar
terhadap produk yang dihasilkan, ketersediaan tenaga kerja, air bersih, sarana
transportasi dan telekomunikasi.
Lokasi usaha pengolahan produk ikan sebaiknya terdapat di
daerah-daerah yang dekat kawasan-kawasan kerja pelabuhan perikanan, terutama
Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kondisi tersebut akan mempermudah proses
penyediaan bahan baku ikan, mengingat sifat ikan yang mudah rusak, serta bisa
mengurangi biaya transportasi dalam penyediaan bahan baku.
2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
a. Fasilitas Produksi
Proses produksi abon ikan tidak
memerlukan tempat usaha tersendiri yang spesifik. Oleh karena itu, proses
produksi bisa dilakukan dalam skala rumah tangga, selama memiliki sejumlah
peralatan produksi yang diperlukan. Sebagai contoh unit usaha yang dijadikan
sampel selama survei lapangan
hanya memiliki luas bangunan
seluruhnya 75 m². Bangunan seluas itu, mempunyai fasilitas produksi antara lain
ruang produksi, ruang pencucian, serta ruang mesin dan peralatan produksi.
b. Peralatan Produksi
Abon ikan dapat diproduksi dengan
alat yang sederhana maupun dengan peralatan semi mekanik. Alat-alat sederhana
yang bisa digunakan untuk pembuatan abon ikan adalah:
1. Bandeng
Alat ini digunakan sebagai wadah
dalam proses perebusan daging ikan.
2. Wajan dan sodet
Alat ini digunakan pada proses
penggorengan abon ikan dan bawang merah.
3. Tungku
Alat ini digunakan sebagai tempat pembakaran kayu bakar
selama proses perebusan daging ikan serta penggorengan abon ikan dan bawang
merah.
4. Pisau
Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan,
serta mengupas dan mengiris bawang.
5. Tampah
Alat ini digunakan sebagai tempat mencampur bumbu dengan
daging ikan yang telah dicabik-cabik.
6. Garpu besar
Alat ini digunakan untuk mencabik dan menghaluskan abon
yang telah digoreng dan direbus.
7. Baskom plastik besar
Alat ini digunakan sebagai wadah selama pencucian ikan.
8. Baskom plastik kecil
Alat ini digunakan sebagai tempat bumbu-bumbu yang akan
dicampurkan.
9. Ember plastik
Alat ini digunakan sebagai wadah untuk membawa air untuk
merebus daging ikan.
10. Saringan kelapa
Alat ini digunakan untuk menyaring santan kelapa.
11. Blong (kantong plastik besar).
Alat ini digunakan sebagai wadah tempat
menyimpan sementara abon ikan sebelum dikemas dan dipasarkan.
12. Plastik kemasan (ukuran 100 g
dan 250 g)
Digunakan untuk mengemas produk abon
ikan siap jual.
13. Timbangan duduk ukuran 2 kg
Alat ini
digunakan untuk menimbang bahan-bahan pembantu dan abon ikan yang akan dikemas.
14. Timbangan gantung ukuran 25 kg
Alat ini digunakan untuk menimbang
ikan yang akan dijadikan bahan baku.
15. Ayakan (Tray)
Alat ini digunakan untuk meniriskan
daging ikan yang telah direbus.
16. Lemari penyimpanan (Etalase).
Alat ini digunakan sebagai tempat
menyimpan abon ikan yang telah dikemas.
Sementara itu, sejumlah peralatan
semi mekanik yang biasa digunakan dalam proses pembuatan abon ikan, antara lain
adalah:
1. Mesin pengepres
Mesin ini digunakan untuk membuang air dalam daging ikan
yang telah direbus (pengepresan I), serta membuang minyak goreng dari bakal
abon ikan yang telah digoreng (pengepresan II).
2. Mesin parutan
Mesin ini digunakan untuk memarut kelapa dan lengkuas.
3. Sealer (alat pengemas).
Alat ini digunakan dalam proses pengemasan produk abon
ikan.
Foto 1.
Lemari penyimpanan (Etalase) sebagai tempat menyimpan produk yang sudah dikemas
dan siap dijual
3.
Bahan Baku Produksi
Bahan baku yang cocok digunakan
dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal juga harus memiliki serat
kasar dan tidak mengandung banyak duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi
kriteria tersebut adalah: Marlin/Jangilus (Istiophorus sp), Tuna, Cakalang,
Ekor Kuning, Tongkol, Tengiri, dan Cucut. Spesies-spesies ikan ini umumnya
dapat ditangkap sepanjang tahun oleh nelayan dengan alat tangkap pancing di
perairan laut dalam. Beberapa spesies ikan air tawar pun bisa digunakan,
misalnya: Nila dan Gabus. Sedangkan ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging
ikan yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi
segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal, dan tidak berbau busuk.
Pada unit usaha, bahan baku yang
digunakan dalam proses produksi abon ikan adalah Ikan Marlin/Jangilus (Istiophorus
sp). Alasan pemilihan Ikan Marlin sebagai bahan baku dalam produksi abon
ikan adalah karena daging jenis ikan ini memiliki serat yang lebih panjang dan
warna yang lebih cerah, bila dibanding dengan daging ikan lainnya. Sebaliknya,
ikan Marlin yang digunakan sebagai bahan baku abon ikan memiliki berat di atas
100 kg. Ikan dengan ukuran tersebut akan meminimalkan bagian ikan yang
’terbuang’ pada saat proses penyiangan daging ikan. Pada saat survei, harga
beli ikan Marlin adalah Rp 18.000,- per kg.
Pengadaan bahan baku usaha
pengolahan abon ikan diperoleh dari TPI terdekat. Namun, bila bahan baku tidak
tersedia di TPI, maka bahan baku masih bisa diperoleh dari daerah lain. Proses
pembelian bahan baku biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemesanan
terlebih dahulu dari sejumlah TPI, kemudian pemasok akan mengantarkan langsung
bahan baku tersebut ke lokasi produksi dengan biaya pengiriman sepenuhnya
ditanggung oleh pemasok. Sistem pembayaran bahan baku biasanya dengan sistem 50
persen dibayar pada saat pasokan tiba dan 50 persen lagi setelah produk abon
ikan terjual.
Sistem pembayaran bahan baku seperti
ini bisa dilakukan karena sudah lamanya kerjasama yang dilakukan pihak produsen
dengan para pemasoknya. Seperti dalam proses pembuatan produk olahan makanan
lainnya, dalam pembuatan abon ikan pun digunakan bahan-bahan pembantu
(bumbu-bumbu). Fungsi bahan-bahan pembantu tersebut adalah sebagai penyedap
rasa dan zat pengawet alami bagi produk abon ikan yang dihasilkan.
Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam
pembuatan abon adalah rempah-rempah, gula, garam dan penyedap rasa. Jenis
rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih, ketumbar, lengkuas, sereh dan
daun salam. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula pasir dapat memberikan
rasa lembut sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan. Sementara garam
yang digunakan sebagai bumbu adalah garam dapur. Di samping sebagai bumbu,
garam dapur pun berfungsi sebagai bahan pengawet karena kemampuannya untuk
menarik air keluar dari jaringan. Bawang putih mempunyai aktivitas anti
mikroba. Senyawa allicin dalam bawang putih berperan memberikan aroma
khas, serta memiliki kemampuan merusak protein kuman penyakit sehingga kuman
tersebut mati. Sementara itu, penyedap rasa berfungsi untuk menambah kenikmatan
rasa abon ikan yang dihasilkan.
Komposisi bahan-bahan dalam pembuatan abon ikan banyak
disusun oleh produsen. Salah satunya disajikan pada Tabel 2 di bawah. Ada juga
komposisi bahan-bahan pembantu yang digunakan oleh produsen abon ikan yang
lain, disajikan dalam Tabel 3 berikut:
Tabel 2. Komposisi
Bahan-bahan Pembantu Per 10 kg Bahan Baku Daging Ikan
Jenis Bahan Pembantu (Bumbu)
|
Jumlah
|
Satuan
|
Bawang Merah
|
150
|
gram
|
Bawang Putih
|
100
|
gram
|
Ketumbar
|
100
|
gram
|
Irisan Lengkuas
|
3
|
iris
|
Daun Salam
|
10
|
lembar
|
Serei
|
3.0
|
tangkai
|
Gula Pasir
|
700
|
gram
|
Asam Jawa
|
6
|
mata
|
Kelapa
|
10
|
butir
|
Tabel 3. Komposisi
Bahan-bahan Pembantu Per 10 kg Bahan baku Daging Ikan
Jenis Bahan Pembantu (Bumbu)
|
Jumlah
|
Satuan
|
Gula Pasir
|
2
|
Kg
|
Lengkuas
|
0.5
|
Kg
|
Ketumbar
|
250
|
gram
|
Bawang Putih
|
150
|
gram
|
Bawang Merah
|
0.5
|
Kg
|
MSG
|
16
|
gram
|
Garap Dapur
|
700
|
gram
|
Garam Rebus
|
2
|
Kg
|
Kelapa
|
2
|
butir
|
Serei
|
2
|
Batang
|
Daun Salam
|
5
|
helai
|
4. Tenaga Kerja
Jenis teknologi yang
digunakan dalam industri abon ikan umumnya sederhana dan sangat mudah
penguasaannya. Oleh karena itu, industri ini tidak menuntut prasyarat tenaga
kerja berpendidikan formal, tetapi lebih mengutamakan keterampilan khusus dalam
pengolahan abon ikan. Kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi tersebut bisa
dipenuhi oleh pria atau wanita yang telah mengikuti pelatihan dan/atau magang
di unit usaha sejenis.
Pada skala usaha abon
ikan yang disurvei, dengan kapasitas produksi 60 kg produk abon per hari,
jumlah tenaga kerja yang digunakan terdiri dari 1 orang pimpinan perusahaan, 6
orang tenaga kerja produksi dan 1 orang tenaga administrasi. Jumlah tenaga
kerja produksi sangat tergantung dari skala produksi, sedangkan tenaga administrasi
jumlahnya relatif tetap. Sistem pengupahan tenaga kerja produksi adalah upah
harian sebesar Rp 25.000,– per hari. Sementara itu, pimpinan perusahaan dan
tenaga administrasi digaji bulanan, masing-masing sebesar Rp 1.500.000,– dan Rp
700.000,– per bulan.
5. Teknologi
Penentuan pilihan
teknologi yang akan diterapkan sangat tergantung kepada skala unit usaha yang
akan didirikan. Beberapa patokan umum yang dapat dipakai dalam pemilihan
teknologi adalah: seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat
ekonomi yang diharapkan, keberhasilan pemakaian teknologi di tempat lain, serta
kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasian teknologi.
Produsen abon ikan pada
umumnya termasuk kategori usaha berskala mikro kecil
dan bersifat padat tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan faktor
produksi utama dalam proses produksi abon ikan. Ini mengingat beberapa tahap
produksi abon ikan sangat mengandalkan tenaga manusia. Dengan demikian,
alternatif jenis teknologi yang disarankan untuk digunakan adalah teknologi
kombinasi antara peralatan tradisional dan semi mekanik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar