PEMBENIHAN
Lokasi pembenihan ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) sebaiknya
dipilih kolam yang dekat dengan sumber air dan bebas dari banjir. Untuk
memudahkan sistim pengairan ke dalam kolam sebaiknya kolam dibangun pada lokasi
lahan yang landai dan mempunyai kemiringan 3 sampai dengan 5%. Hal ini
bertujuan agar air mudah dan lancar mengalir ke kolam. Setidaknya ada empat
jenis kolam yang perlu disiapkan untuk memulai cara budidaya ikan patin, yaitu:
1) Kolam Indukan. Luas kolam
ditentukan oleh seberapa banyak jumlah induk dan intensitas dalam
pengolahannya, misalnya untuk 100 kilogram induk sebaiknya dipelihara di dalam
kolam dengan luas kira-kira 500 m2, persyaratan memilih kolam jenis
ini jika anda hanya mengandalkan sumber pakan alami ditambah dedak. Tetapi jika
pakan yang akan diberikan berupa pelet maka untuk 100 kilogram induk bisa
dipelihara di dalam kolam dengan luas antara 150 sampai dengan 200 m2
saja. Kolam sebaiknya mempunyai bentuk persegi panjang, dinding samping kolam
bisa ditembok, tetapi untuk jenis kolam tanah sebaiknya dinding samping
dilapisi anyaman bambu.
2) Kolam Pemijahan. Kolam tempat
memijahkan bisa di kolam tanah atau berupa bak tembok atau pun akuarium. Jumlah
induk yang hendak dipijahkan memengaruhi besarnya ukuran atau luas kolam.
Misalnya untuk 1 ekor induk yang mempunyai berat 3 kilogram sebaiknya
ditempatkan pada kolam dengan luas 18 m2 yang sudah dilengkapi
dengan ijuk secukupnya.
3) Kolam atau Laboratorium
Penetasan Telur. Biasanya dari akuarium, semakin banyak indukan maka semakin banyak akuarium
yang harus disediakan.
4) Kolam Pendederan.
Untuk kolam tempat pendederan sebaiknya dibuatkan kolam berbentuk empat
persegi, buatkanlah saluran (kemalir) pada dasar kolam dan buatkan juga
kubangan di daerah saluran pengeluaran. Saluran kemalir dan kubangan dibuat
dengan tujuan untuk mengumpulkan benih pada saat panen tiba.
Cara Pemijahan dan Memilih Induk
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pembenihan ikan patin agar didapatkan benih yang sehat dan cepat dalam pembesarannya.
a. Memilih Induk
Memilih induk ikan patin bisa berasal dari proses pemeliharan di kolam
sejak kecil atau merupakan hasil dari tangkapan di alam. Pilihlah induk yang
berasal dari kawanan ikan patin yang sudah dewasa sehingga diharapkan kita
mendapatkan induk yang ideal dan mempunyai kualitas yang bagus.
Seleksi Induk
Kriteria induk betina
- Umur di atas 2 tahun.
- Berat badan 1,5-2 kilogram.
- Secara visual induk sudah mempunyai perut yang membesar pada daerah anus.
- Bila diraba perut terasa empuk, lembek dan tipis.
- Ada pembengkakan dan timbul warna merah di daerah kloaka.
- Akan keluar beberapa butir telur jika daerah kloaka ditekan.
Kriteria induk jantan
- Umur induk sudah diatas 2 tahun.
- Berat badan 1,5-2 kilogram.
- Bila diraba perut lembek dan tipis.
- Jika diurut sambil ditekan akan mengeluarkan cairan berupa sperma yang berwarna putih.
- Pada bagian kelamin ada pembengkakan dan mempunyai warna merah tua sebagai tanda bahwa induk siap dikawinkan.
b. Perawatan dan Pemeliharaan Induk
Lakukanlah pemeliharaan secara khusus terlebih dahulu terhadap induk ikan
patin yang telah dipilih untuk dipijahkan, pemeliharan bisa dilakukan di dalam
sangkar yang terapung, berikanlah makanan special terhadap induk yaitu makanan
yang kaya akan protein. Makanan induk bisa dibuat dari bahan-bahan yang bisa
dibeli dan tersedia banyak di pasaran seperti: bahan-bahan berupa pakan
ayam yang mengandung 35 persen tepung ikan di dalamnya, dedak halus
dengan komposisi 30 persen, menir beras dengan komposisi 25 persen, tepung
kedelai dengan komposisi 10 persen, dan tambahan vitamin atau mineral sebesar
0,5 persen.
Bahan dan Alat
- Induk Ikan Patin yang sudah matang gonad
- Artemia, Tubifex sp untuk pakan alami larva
- Vtamin C sebagai bahan campuran pada pakan alami
- Bak pakan alami
- Timbangan
- Alat suntik
- Bak pemeliharaan larva
Tehnik Pembenihan
a. Pemijahan
Pemijahan adalah proses pertemuan antara ikan jantan dan betina untuk
melakukan pembuahan telur oleh spermatozoa yang terjadi diluar tubuh atau
secara eksternal. Menyatakan bahwa pemijahan merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan ikan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup
spesiesnya. Hal-hal yang perlu dilakukan pada proses pembenihan antara lain,
pengadaan induk yang meliputi karantina dan perawatan induk. Hal itu bertujuan
untuk memilih induk yang berkualitas baik. Biasanya induk-induk yang berasal
dari alam memiliki kualitas yang kurang baik sehingga perlu dilakukan karantina
dan perawatan untuk meningkatkan kualitas induk.
Pemijahan ikan patin biasanya dilakukan dengan teknik kawin suntik karena
induk patin sulit terangsang untuk memijah bila dengan perlakuan secara alami.
Teknik pemijahan induksi (induce breeding)
dengan menyuntikkan larutan hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya, teknik
ini diikuti dengan teknik pengurutan (stripping)
agar telur tidak berceceran dan bisa ditetaskan di dalam akuarium
Pemijahan ikan patin dilakukan dengan cara pemijahan buatan yaitu dengan
menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa LH-RH-A atau
hCG atau hormon sintetis dengan merk dagang Ovaprim. Penyuntikkan dilakukan
dengan tujuan untuk merangsang pemijahan yang sudah matang gonad, ikan patin
sulit dipijahkan secara alami karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai.
Pemijahan ikan patin mengalami kesulitan pada musim kemarau karena ikan
patin memiliki kebiasaan memijah pada musim penghujan. Untuk mengatasi hal
tersebut maka dilakukan penyuntikan dengan menggunakan hormon yang berbeda.
Penyuntikan dengan menggunakan hormon bertujuan untuk merangsang perkembangan
gonad dan ovulasi secara lebih cepat pada musim kemarau. Hormon yang biasa
digunakan adalah hCG menurut penyuntikan pada induk betina, hCG digunakan pada
penyuntikan pertama dengan dosis 500 IU/kg
Penyuntikan kedua dengan menggunakan ovaprim 0,6 ml/kg. Penyuntikan induk
jantan cukup menggunakan ovaprim dengan satu kali penyuntikan menggunakan dosis
0,2 ml/kg. Keesokan harinya ikan patin siap untuk dipijahkan atau dilakukan
fertilisasi dengan cara pencampuran sperma dengan telur. Alat-alat yang
dibutuhkan berupa peralatan pemijahan (baskom plastik), kain lap, tisu gulung.
Sebelum dilakukan striping pada induk betina, terlebih dahulu dilakukan
pengambilan sperma dari induk jantan dengan cara melakukan pemijatan dari perut
ke bawah. Usahakan sperma tidak terkena air dengan terlebih dahulu dilakukan
pengeringan dengan menggunakan tisu. Sedangkan induk betina distriping untuk
mendapatkan telur kemudian telur yang didapatkan dimasukkan ke dalam mangkok
plastik. Setelah itu telur yang didapat ditambah dengan sperma dan encerkan
dengan menggunakan larutan fisiologis (NaCl). Tujuan dari pengenceran ini
adalah untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa dalam waktu yang relatif lama.
Telur dan sperma harus diletakkan di tempat yang tidak terkena sinar
matahari. Selanjutnya telur dan sperma segera dibawa ke tempat penetasan, dan
diaduk dengan menggunakan bulu ayam kemudian menggoyang-goyangkan wadah secara
perlahan kemudian dicuci dengan air sebanyak dua kali. Jumlah dan lamanya
pencucian yang dilakukan tergantung dari kondisi telur tersebut, semakin lengket
telur maka semakin banyak dan lama pencucian. Kemudian telur ditebarkan pada
bak fiber berukuran 4 x 2 x 0,5 m3 yang dilengkapi hapa di dalamnya
dengan ukuran 2 x 1 x 0,3 m3 secara merata agar tidak terjadi
penumpukan telur.
b. Penetasan
Fertilisasi merupakan proses masuknya spermatozoa ke dalam telur ikan
melalui lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan selanjutnya akan terjadi
perubahan pada telur dalam proses pembuahan. Telur ikan dan sperma mempunyai
zat kimia yang terbentuk dalam proses pembuahan. Zat tersebut adalah gamone.
Gamone yang dikeluarkan sel telur disebut gynamone-I dan gynamone-II. Setelah
telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi proses embriologi (masa
pengeraman).
Lama penetasan telur ikan setelah ditebar di dalam bak fiber yang dilengkapi
hapa yaitu selama 35-40 jam setelah pembuahan. Pada keesokan paginya
dihitung jumlah telur yang terbuahi untuk mendapatkan nilai dari Fertility Rate
(% FR). Pada sore harinya dilakukan penghitungan terhadap telur-telur yang
sudah menetas untuk mengetahui daya tetas telur (% HR, Hatching Rate). Selanjutnya itu
dilakukan pemeliharaan larva.
c. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva pasca penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan
telur yang dialiri air dan dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang
agar larva tidak teraduk. Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama 1
hari tanpa diberi pakan, karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning
telur yang ada dalam tubuh larva itu sendiri.
Larva ikan patin mulai membutuhkan makan dari luar setelah cadangan
makanannya yang berupa yolk suck telah habis. Pada fase ini larva ikan patin
bersifat kanibal. Larva yang berumur 2 hari diberi pakan berupa artemia sampai
berumur 7 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera hingga
berumur 14 hari. Pada perkembangan larva membutuhkan lingkungan yang kaya
oksigen. Fluktuasi suhu yang besar perlu dihindari selama stadia larva untuk
mencegah terjadinya stress. Perubahan suhu yang besar dapat mematikan larva. Secara morfologi, benih telah memiliki kelengkapan organ tubuh meskipun
dalam ukuran yang sangat kecil dan berwarna agak putih.
Setelah larva berumur 3 hari selanjutnya benih ditebar pada bak
pemeliharaan. Benih yang ditebar dalam kondisi sehat, hal ini dapat diketahui
dari gerakannya yang lincah dan bersifat agresif terhadap makanan
Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi larva setelah 35-40 jam.
Larva dipelihara 1 hari pada hapa penetasan dan tidak perlu diberi pakan
tambahan, karena kuning telur pada larva baru akan habis pada saat larva
berumur 1 hari. Setelah berumur 2 hari, selanjutnya larva dipindahkan ke dalam
bak fiber yang berukuran lebih besar, dan dilakukan penyifyolk such,onan secara rutin,
hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran untuk mencegah
hama dan penyakit yang akan timbul.
d. Pemanenan
Kegiatan pemanenan dilakukan pada pagi hari, pada saat larva
ikan sudah berumur 14 hari. Larva ikan yang berada didalam bak fiber diambil
dengan menggunakan scoopnet kemudian
dimasukkan ke dalam plastik. Sebagian dijual kepada para petani ikan dan
sisanya dibesarkan di kolam pendederan. Proses pemanenan larva patin
menggunakan alat bantu seperti tabung ukur, ember, baskom, plastik dan scoopnet. Sebelum dilakukan panen, air
terlebih dahulu dikurangi sebanyak 80% untuk mempermudah proses pemanenan.
Kemudian larva ditangkap dengan menggunakan scoopnet
dan dimasukkan kedalam waskom dan dilakukan penghitungan dengan menggunakan
tabung ukur untuk selanjutnya dipindahkan kedalam bak pemeliharaan yang telah
disiapkan atau dijual kepada para pembeli.
referensi: hendrizainuddin
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus