Selasa, 06 Juni 2017

ASURANSI NELAYAN

Indonesia memiliki kekayaan hasil kelautan yang berlimpah, terbukti pada tahun 2009 Indonesia menjadi negara produsen perikanan dunia setelah negara China, Peru dan Amerika Serikat. Oleh karena itulah, sektor kelautan dan perikanan telah menjadi urat nadi kedaulatan pangan di negeri ini.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), total nelayan kecil saat ini berjumlah sekitar 2,7 juta orang. Namun, berbanding terbalik dengan kesejahteraan nelayan di lapangan.

Kehidupan nelayan saat ini masih belum dikategorikan layak. Malah, sampai sekarang, sebagian besar nelayan di Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan.
Bahkan pembudidaya ikan dan petambak garam di Indonesia mayoritas dalam kondisi miskin dengan prasarana, sarana minim serta akses pendanaan dan pembiayaan terbatas.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya perikanan dan petambak garam pemerintah membuat satu peraturan, hasilnya dalam rapat paripurna DPR RI tahun 2016 disahkan Undang Undang nomor (UU) 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

UU Nomor 7 tahun 2016 merupakan payung hukum yang memberikan perlindungan bagi nelayan yang sangat penting disosialisasikan hingga lapisan terbawah agar masyarakat paham dan tidak tersandung kasus hukum.

Perlindungan dan jaminan tersebut diberikan terhadap seluruh aktivitas dan kerja para nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dari sejumlah risiko yang dimungkinkan dialaminya. Salah satu poin bentuk jaminan perlindungan bagi nelayan yang tercantum dalam UU Nomor 7 tahun 2016 adalah asuransi bagi nelayan.

Program asuransi nelayan itu merupakan bentuk kehadiran negara dalam melindungi rakyatnya. Selain sebagai bentuk kehadiran negara, asuransi nelayan juga menjadi bentuk apresiasi pemerintah kepada nelayan dengan memberikan hak-hak perlindungan bagi mereka. Program tersebut bernama Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN).

Nelayan merupakan salah satu faktor kunci dalam pengembangan di sektor kelautan dan perikanan. Profesi ini menuai risiko tinggi yang bahkan bisa mengancam jiwa saat menjalankannya. Diharapkan nelayan di tanah air benar-benar memanfaatkan program asuransi ini demi pengembangan kehidupan mereka sendiri.

Pemberian bantuan premi asuransi bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam itu, dimungkinkan karena kondisi geografis Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan tersebut memiliki wilayah perairan jauh lebih besar mencapai 3,25 juta kilometer persegi atau seluas 63 persen dari jumlah daratan.

Kriteria kepesertaan dan syarat kepesertaan nelayan untuk bisa diberikan bantuan premi asuransi bagi nelayan itu adalah sebagai berikut:

- Untuk kriteria nelayan akan diprioritaskan bagi nelayan kecil dan nelayan tradisional dengan syarat memiliki kepesertaan kartu nelayan, menggunakan kapal berukuran maksimal 10 gross ton, dan berusia maksimal 65 tahun.
 - Selain itu, tidak pernah mendapatkan bantuan asuransi lainnya dan tidak memiliki dan memanfaatkan alat tangkap yang dilarang oleh peraturan pemerintah. Juga harus taat atas peraturan dan ketentuan yang ada di polis asuransi yang ada.

Untuk syarat kepesertaan, katanya, setiap calon penerima bantuan premi asuransi bagi nelayan harus mengisi formulir kepesertaan calon penerima (form-AN1) dan formulir penunjukan ahli waris atau form-AN2, fotokopi kartu nelayan dan kartu keluarga, serta buku rekening tabungan di bank jika ada.
Khusus untuk ahli waris, katanya, harus disertai fotokopi KTP jika sudah berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Dan buku tabungan jika ada.

Asuransi nelayan ini terbagi dua, yaitu santunan kecelakaan akibat kegiatan penangkapan ikan dan santunan kecelakaan selain melakukan aktivitas penangkapan ikan.

-Bagi nelayan yang melakukan aktivitas di laut atau sedang menjalankan profesinya dan terjadi kecelakaan yang menyebabkan kematian, maka uang santunan sebesar Rp 200 juta akan diberikan kepada pihak keluarga.

-Apabila kecelakaan saat melaut dan meninggalkan cacat tetap pada tubuh maka akan diberikan santunan sebesar Rp 100 juta. Biaya pengobatan sebesar Rp 20 juta.

-Sementara, jika kecelakaan terjadi di saat nelayan tidak sedang melaut, maka santunan akan diberikan sebesar Rp 160 juta.

-Apabila menimbulkan kematian dan Rp 100 juta untuk cacat permanen. Sedangkan biaya pengobatan sebesar Rp 20 juta.

-Untuk yang tidak sedang melaut, misalnya kecelakaan saat berkendara di jalan, atau meninggal di tempat tidur, tetap kita berikan santunan dengan nominal yang sudah ditentukan.

Namun, tidak semua risiko kecelakaan akan ditanggung asuransi sekalipun KKP tetap memutuskan pertanggungan bagi kecelakaan di luar kerja. Operator pasti akan menelusuri apa penyebab kecelakaan. Kalau memang tidak berhubungan sama sekali, tentu tidak di-cover.

Kebijakan ini akan mulai dirasakan manfaatnya oleh nelayan setelah satu tahun pasca pengesahan polis realisasi asuransi oleh masing-masing nelayan. KKP akan menanggung seluruh premi dengan anggaran sebesar 175 milyar rupiah, sehingga nelayan tidak perlu membayar lagi. Artinya, jika sasaran pemerintah 1 juta nelayan tahun ini, maka harga premi Rp 175.000 per nelayan per tahun.

Asuransi nelayan tidak ditujukan bagi anak buah kapal (ABK) karena mereka menjadi tanggung jawab perusahaan atau pemilik kapal. Kalau ABK, ada BPJS atau asuransi lainnya yang dikelola oleh perusahaan pemilik kapal atau perorangan pemilik kapal. ABK-ABK itu harus diasuransikan oleh perusahaan atau pemilik kapal di mana mereka bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar