Rabu, 31 Mei 2017

TATANIAGA GARAM (2)

Dasar Hukum Tata Niaga Garam
Dalam rangka  mendukung pengembangan Industri Garam Nasional, disamping pengembangan fisik-produksi, perlu dilengkapi dengan penataan sektor pemasaran, dalam hal ini menyempurnakan tata niaga garam nasional.
Saat ini tata niaga garam didasarkan kepada:
1.  Keppres Nomor 69/1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium
2.  Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 42/M-IND/PER/II/2005 tentang Pengolahan, Pengemasan dan Pelabelan Garam Beryodium
3.  Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam.
4.  Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-Dag/Per/101 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 Tentang Pengadaan Garam Beriodium, bahwa garam yang dapat diperdagangkan untuk keperluan konsumsi manusia atau ternak, pengasinan ikan, atau bahan penolong industri pangan adalah garam beryodium yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), harus melalui proses pencucian dan iodisasi, serta dikemas dan berlabel.

Ketentuan Impor Garam
Dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-Dag/Per/1012007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/ 9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam maka Importir Terdaftar Garam, selanjutnya disebut IT Garam, adalah perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang disetujui untuk mengimpor garam tertentu untuk memenuhi kebutuhan industri yang tidak melakukan importasi sendiri dan atau mengimpor garam tertentu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.

Kelembagaan Garam Rakyat
1.    Sebagian besar petani garam hanya sebagai tenaga penggarap lahan milik orang kaya
2.    Sebagian besar tenaga penggarap  kondisi sosial ekonomi rendah
3.    Posisi  tawar petambak garam terhadap pihak lain (pedagang maupun perusahaan) sangat lemah.

Kerugian yang sering dialami oleh petani garam adalah akibat dari:
1.    Harga garam pada saat panen raya sering anjlok (kebijakan harga pemerintah tidak dirasakan petani)
2.    Petani hanya sebagai price taker (tidak mengetahui trend harga dan spesifikasi kualitas garam)
3.    Sangat Jarang petani memiliki akses pemasaran langsung ke perusahaan garam
4.    Pengelolaan Usaha Garam Rakyat dilakukan secara personal. Sebagian besar di wilayah sentra produksi belum terbentuk kelompok usaha garam
5.    Pembinaan petani garam oleh dinas terkait dan perusahaan sangat jarang (tidak intensif dan massif)
6.    Sebagian kelompok usaha garam dibentuk karena ada kepentingan sesaat (proyek/ politik), hanya sedikit kelompok garam yang usahanya mandiri
7.    Telah terbentuk asosiasi garam seperti ASPEGAB (Asosiasi Petambak Garam rakyat Bahan Baku), Paguyuban Petani Garam Rakyat, dan lain-lain. Tetapi sangat sedikit peran asosiasi untuk kepentingan petambak garam (kepanjangan perusahaan/pribadi)
8.    Penguatan kelembagaan usaha untuk menghasilkan kelompok usaha garam yang mandiri sangat penting untuk keberhasilan pemberdayaan usaha garam rakyat.

Sumber: BP3 Banyuwangi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar