Kegiatan budidaya udang merupakan suatu proses pembesaran udang dalam suatu
petakan tambak dari usia benur hingga mencapai ukuran (size) tertentu yang dianggap telah layak secara finansial maupun
teknis untuk dilakukan pemanenan. Tebar benur sebagai suatu proses awal tentu
saja juga memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan keberhasilan
suatu usaha budidaya udang.
Kegiatan tebar benur secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
pemindahan benur dari dua lingkungan yang berbeda (dari hatchery maupun alami) ke dalam petakan tambak dengan karekteristik
lingkungan yang berbeda pula. Beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dalam
melakukan kegiatan tebar benur antara lain meliputi:
1. Benur memiliki
karakteristik sangat peka terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya, sehingga
dalam melakukan proses tebar benur sedapat mungkin perbedaan antara dua
lingkungan tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.
2. Benur memiliki frekuensi moulting (pergantian kulit) yang lebih sering dibandingkan dengan udang yang lebih dewasa. Kondisi moulting merupakan suatu fase yang kritis bagi udang, karena dalam kondisi moulting udang sangat rapuh dan rentan terhadap perubahan lingkungan maupun serangan penyakit. Perbedaan dua lingkungan yang berbeda tersebut jika tidak dapat ditekan seminimal mungkin akan mengakibatkan benur lebih sering moulting karena faktor stress sehingga peluang terjadinya permasalahan juga semakin besar.
2. Benur memiliki frekuensi moulting (pergantian kulit) yang lebih sering dibandingkan dengan udang yang lebih dewasa. Kondisi moulting merupakan suatu fase yang kritis bagi udang, karena dalam kondisi moulting udang sangat rapuh dan rentan terhadap perubahan lingkungan maupun serangan penyakit. Perbedaan dua lingkungan yang berbeda tersebut jika tidak dapat ditekan seminimal mungkin akan mengakibatkan benur lebih sering moulting karena faktor stress sehingga peluang terjadinya permasalahan juga semakin besar.
Mengacu pada dasar pemikiran tersebut di atas maka suatu proses tebar benur
harus dilakukan sebaik mungkin dari mulai proses persiapan maupun pada saat
pelaksanaannya serta pasca tebar benur. Secara garis besar tujuan utama dari
kegiatan tebar benur adalah menyediakan tempat/media baru yang nyaman dan aman
bagi benur untuk melangsungkan aktifitas kehidupan selanjutnya dalam suatu
petakan tambak.
Benur yang digunakan adalah benur yang berasal dari hasil pemijahan kedua
(F2) dari induk unggul dan ukuran benur berkisar antara PL 9-14. Benur telah
lulus dari tes uji PCR dengan hasil negatif dari WSSV, IHHNV,
IMNV, dan TSV. Dengan tes uji PCR sudah dipastikan bahwa
benur tersebut adalah benur yang berkualitas. Benur yang baik diketahui dengan
cara pergerakan udang pada waskom dan shock
salinity. Penilaian benur dengan pengamatan pergerakan udang dilakukan pada
waskom. Pada waskom, air akan diputar sehingga membentuk arus. Benur yang baik
yaitu benur yang melawan arus dan tidak menggerombol. Shock salinity dilakukan dengan cara pemindahan sampel benur pada
air tawar selama 15 menit kemudian dikembalikan ke air laut. Benur dikatakan
baik apabila benur pada shock salinity
tidak ada benur yang mati. Pada kegiataan packing,
juga dapat dilihat kualitas benur. Benur yang baik tidak akan menggerombol
melainkan menyebar di seluruh kantong benur.
Penebaran benur dilakukan sore hari dan malam hari. Hal tersebut dapat
ditentukan dengan penjadwalan pengiriman benur. Benur yang dikirim disesuaikan
dengan kualitas air tambak sehingga udang tidak terlalu strees dalam penebaran benur. Pada saat benur datang, maka akan
dilakukan pengecekan dan perhitungan kembali pada kantong benur. Pengecekan
dilakukan secara visual dengan mengamati kantong benur ada yang rusak atau
bocor dan juga mengamati benur yang berada dalam kantong benur. Penghitungan
benur kembali atau biasa disebut “hitungan tambak” dilakukan dengan
mengambil secara acak 4 kantong dari tiap-tiap kode. Sedangkan untuk benur yang
lainnya langsung dibongkar dari kardus yang kemudian kantong benur dimasukkan
dalam petakan tambak untuk proses aklimatisasi. Kantong benur yang dimasukkan
dalam petakan masih dalam keadaan tertutup. Hasil perhitungan dari tiap-tiap
kantong kemudian dirata-rata dan kemudian dicek dengan jumlah hitungan hatchery yang sudah mengalami potongan
dari perjalanan (hitungan netto).
Hasil tersebut akan segera diberitahukan kepada pihak hatchery apabila ada kantong benur yang rusak atau bocor dan
hitungan tambak berada di bawah hitungan netto
hatchery. Pihak hatchery akan
mengganti kantong benur yang bocor dan penambahan jumlah benur jika ada
kesalahan dalam perhitungan hatchery.
Hal tersebut dilakukan untuk melihat kualitas benur dan padat tebar yang berada
di lapangan sehingga diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan.
Berdasarkan pengertian, dasar pemikiran dan tujuan dari kegiatan tebar
benur maka terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
tebar benur. Faktor-faktor tersebut adalah antara lain:
1. Kualitas benur.
Benur yang akan ditebar harus memiliki kualitas yang bagus melalui proses
penyeleksian yang mencakup bawaan penyakit, tingkat keseragaman, kelengkapan
bagian tubuh, kepekaan terhadap rangsangan, dsb. Proses penyeleksian terhadap
kualitas benur sebaiknya dilakukan di hatchery/tempat
benur tersebut berasal.
2. Lokasi asal
benur. Benur sebaiknya berasal dari lokasi yang tidak terlalu jauh dengan
lokasi tambak agar relatif terjaga kualitasnya. Jika lokasi asal benur terlalu
jauh dari lokasi tambak maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas
benur secara nyata selama proses pengangkutan (transportasi) menuju lokasi
tambak.
3. Waktu penebaran
benur sebaiknya tidak dilakukan pada saat sinar matahari dalam kondisi panas
terik karena akan sangat berpengaruh terhadap tingkat mortalitas benur yang
diakibatkan oleh panas matahari. Tebar benur sebaiknya dilakukan pada saat
sinar matahari redup (malam, pagi, sore) dan cuaca relatif bagus agar benur
dapat mentolerir panas matahari dan perubahan lingkungan yang dialaminya.
4. Perairan tambak
pada saat tebar benur sebaiknya memiliki ketersediaan pakan alami yang memadai
sebagai upaya menjaga tingkat kehidupan dan tingkat keseragaman benur di
awal-awal periode budidaya sebelum dilakukan pemberian pakan buatan. Penjelasan
tentang ini telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya.
5. Kualitas
perairan tambak pada saat tebar benur sebaiknya sesuai dengan tingkat kebutuhan
benur agar tidak menimbulkan stress
bagi benur. Pembahasan terkait dengan kualitas air telah dijelaskan dalam
uraian-uraian sebelumnya.
6. Petakan tambak
dan sarana pendukung budidaya pada saat tebar benur dalam kondisi relatif bagus
dan siap untuk digunakan agar tidak menimbulkan kendala dalam proses penebaran
benur.
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan acuan dasar yang dapat digunakan
agar proses kegiatan tebar benur tidak dilakukan secara asal-asalan karena
bagaimanapun juga proses ini merupakan langkah awal bagi keberhasilan suatu
siklus budidaya udang.
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa proses tebar benur pada
dasarnya merupakan kegiatan yang paling akhir dari proses penyiapan lahan tebar
benur setelah semua tahapan dianggap cukup optimal bagi proses pemindahan benur
dari dua lingkungan yang berbeda.
Dalam proses kegiatan tebar benur tahap kegiatan yang biasa dilakukan
meliputi, yaitu:
1. Pemindahan
benur dalam kemasan dari sarana transportasi ke lokasi yang telah ditentukan
untuk dilakukan kegiatan tebar benur. Kegiatan ini perlu dilakukan secara
hati-hati agar tidak menimbulkan stress
pada benur yang masih berada di dalam kemasan tersebut.
2. Sampling benur,
yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui populasi dan kondisi benur dalam
tiap-tiap kemasan. Kegiatan ini perlu dilakukan meskipun sebelumnya telah
dilakukan sampling di lokasi tempat pengadaan benur (hatchery). Pembahasan sampling benur telah diuraikan dalam
pembahasan terdahulu.
3. Proses
aklimatisasi, yaitu proses penyesuaian dua kondisi lingkungan yang berbeda
(dari hatchery ke perairan tambak)
sehingga perubahan kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi benur.
4. Kegiatan tebar
benur setelah melalui proses aklimatisasi dianggap telah optimal sebagai
langkah awal dimulainya proses budidaya pada periode tersebut.
Tahapan kegiatan tebar benur seperti tersebut di atas merupakan proses
secara umum yang biasa dilakukan dalam kegiatan budidaya udang. Satu tahapan
yang dapat dikatakan sebagai tahapan yang paling kritis adalah proses
aklimatisasi.
Aklimatisasi
Aklimatisasi dapat dilakukan secara konvensional. Proses aklimatisasi
menyangkut 2 katagori yaitu aklimatisasi suhu dan aklimatisasi salinitas. Benur
yang dimasukkan dalam petakan tambak dibiarkan mengapung selama 30 menit untuk
penyesuaian terhadap suhu. Kemudian kantong benur dibuka dan dimasukkan air
tambak sedikit demi sedikit untuk penyesuaian salinitas. Pada waktu membuka
kantong benur ada orang yang masuk ke dalam petakan tambak. Apabila kantong
benur sudah terbuka semua, maka benur dapat dilepaskan ke dalam air di petakan
tambak budidaya/pembesaran.
Pengertian dasar dari proses aklimatisasi seperti telah disebutkan di atas
adalah proses penyesuaian dua kondisi lingkungan yang berbeda (dari hatchery ke perairan tambak) sehingga
perubahan kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi benur. Kegiatan ini perlu dilakukan secara cermat dan
penuh kesabaran agar tingkat stress
benur terhadap perubahan lingkungan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga
secara kualitas dan kondisi benur dapat dipertahankan secara optimal.
Tahapan-tahapan yang biasa digunakan dalam proses aklimatisasi mencakup:
1. Pemindahan
benur-benur yang masih dalam kemasan ke perairan tambak. Usahakan agar
kemasan-kemasan benur tersebut dikumpulkan pada suatu tempat yang mudah untuk
dijangkau di dalam petakan tambak (biasanya di pinggir petakan tambak atau di
pojok petakan tambak) yang diberi pembatas sehingga kemasan benur tidak menyebar.
Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengamatan kondisi dan aktivitas benur
selama proses aklimatisasi.
Selama proses ini kemasan benur sebaiknya
tidak dibuka terlebih dahulu (kecuali kemasan yang telah digunakan untuk
sampling benur) dan biarkan selama beberapa saat di dalam perairan dalam
keadaan tertutup. Selanjutnya lakukan pengamatan pada beberapa kemasan benur
tersebut, jika di dalam kemasan benur tersebut telah terlihat berembun maka
kemasan benur sudah dapat dibuka. Indikator ini menunjukkan bahwa suhu antara
perairan tambak dan kemasan benur relatif telah sama. Lakukan hal sama pada
kemasan-kemasan benur yang telah menunjukkan indikator yang sama.
2. Pada saat
membuka kemasan benur, lakukan penambahan air tambak ke dalam kemasan benur
tersebut secara perlahan dengan menggunakan telapak tangan sehingga sebagian
kemasan benur dalam kondisi berada di dalam perairan tambak. Biarkan kondisi
tersebut untuk beberapa saat, dan lakukan kegiatan yang sama untuk
kemasan-kemasan benur lainnya.
Selanjutnya lakukan pengamatan terhadap
kondisi dan aktifitas benur pada beberapa kemasan tersebut. Jika benur-benur di
dalam kemasan sudah terlihat secara aktif di pinggir kemasan (pada beberapa
kasus benur terlihat konvoi) maka hal ini menunjukkan bahwa benur sudah siap
dipindahkan ke dalam perairan tambak. Indikator ini menunjukkan bahwa kondisi
kualitas air secara umum antara perairan tambak dan kemasan benur relatif telah
sama.
3. Pindahkan benur
di dalam kemasan ke perairan tambak secara perlahan-lahan jika hasil pengamatan
telah menunjukkan indikator seperti item nomor (2) di atas. Lakukan kegiatan
yang sama untuk kemasan-kemasan benur lainnya.
4. Lakukan
pembersihan perairan tambak terhadap sampah/kotoran yang ditimbulkan oleh
proses tebar benur ini agar tidak menimbulkan kendala dalam proses budidaya
udang berikutnya.
Secara umum hal yang perlu diperhatikan dalam proses tebar benur selain
faktor teknis budidaya adalah faktor kecermatan, ketekunan/kesabaran baik dalam
melakukan proses tebar maupun pengamatan terhadap indikator-indikator dalam
proses aklimatisasi agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan teknis budidaya udang. Untuk menghindari kejutan
cuaca, benur sebaiknya tiba di tambak antara pukul 01.00 sampai 05.00.
Aktivitas penebaran benur terdiri dari dua hal, yaitu proses aklimatisasi benur
terhadap suhu dan salinitas.
Aklimatisasi terhadap Suhu.
Aklimatisasi suhu dilakukan dengan menyimpan kantong-kantong plastik berisi
benur dibiarkan mengambang di air tambak selama 0,5–2 jam, tergantung perbedaan
suhu air dalam kantong dan air tambak. Karena biasanya suhu air dalam kantong
plastik berisi benur lebih dingin dari suhu air tambak, terbentuknya uap air
yang melapisi bagian dalam plastik sering pula dijadikan indikator praktis kesesuaian
suhu.
Aklimatisasi terhadap Salinitas
Aklimatisasi ini dilakukan dengan cara
membuka kantong plastik dan segera menuangkan air dan benur ke dalam wadah
khusus (seperti baskom plastik bervolume ± 30 l) yang telah diberi banyak
lubang berdiameter ± 5 mm dan penutup setiap lubang. Wadah tersebut yang telah
berisi air dan benur diambangkan di air tambak. Selanjutnya lubang dibuka dan
air tambak akan masuk ke wadah dan bercampur dengan air dan benur. Banyaknya
lubang yang dibuka akan menentukan kecepatan percampuran air atau penyesuaian
salinitas. Penyesuaian salinitas ke tingkat yang lebih rendah ± 15 menit/1‰
sedangkan ke tingkat yang lebih tinggi ± 30 menit/1‰. Setelah air tambak
berhenti masuk ke wadah (permukaan air di wadah sudah sama tinggi dengan di air
tambak), benur dan airnya dituang pelan-pelan ke tambak. Benur sebaiknya
ditebar tidak di satu tempat tapi menyebar di sepanjang pinggiran tambak.
Screening Benur
Benur yang akan
ditanam harus sehat, bebas dari serangan patogen terutama white spot virus.
Untuk itu setiap benur yang akan dikirim atau ditebar harus melalui screening
dengan memakai formalin 100 ppm. Screening
bisanya telah dilaksanakan di hatchery,
namun jika pembelian berasal dari panti yang tidak menerapkan tahap ini maka
sebelum aklimatisasi perlu dilakukan screening
secara tersendiri. Dengan uji formalin ini benur yang bebas dari patogen akan
hidup, sedangkan benur yang sakit akan lemas atau mati. Oleh karena itu hanya
benur yang lolos dari screening dapat ditebar ke dalam tambak. Proses screening
benur dengan memakai formalin di hatchery
adalah sebagai berikut:
·
Siapkan tangki berbentuk bulat dengan ukuran sesuai dengan jumlah benur
yang akan discreening.
·
Tangki tersebut diisi air bersih dan diaerasi dengan kuat.
·
Benur dari bak pemeliharaan dipanen, kemudian ditampung dalam bak
penampungan benur hasil panen yang biasanya tersedia di hatchery.
·
Tambahkan formalin ke dalam tangki screening, sehingga
konsentrasinya mencapai 100 ppm secara merata.
·
Benur dimasukkan ke dalam tangki screening dengan kepadatan 500 ekor
per liter. Tangki tetap dalam keadaan diaerasi selama 15 menit ke depan.
·
Aerasi diangkat, untuk selanjutnya benur tetap berada di dalam tanki selama
30 menit ke depan.
·
Air di dalam tangki diputar dengan memakai tangan sehingga benur di
dalamnya terbawa putaran arus air. Tunggu sampai putaran air berhenti, dimana
pada saat itu udang yang tidak sehat akan mati atau lemas dan mengumpul di
bagian tengah dasar tangki.
·
Keluarkan benur yang lemah/mati dari tangki dengan cara penyifonan memakai
selang air.
·
Benur yang sehat di pindah kembali ke dalam bak penampungan yang berisi air
bersih.
Untuk screening yang dilakukan di
tambak, cara dan peralatan dapat menyesuaikan sesuai dengan kondisi setempat.
Rujukan: marindro-ina.blogspot.com; ariefmiftahuddin.blogspot.com; pustakadunia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar