Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan
aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses di mana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba
yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih
cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air
yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami bahan-bahan organik akan
mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya.
Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat.
Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi
sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik,
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik
industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat
beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI
(Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4 (Effective
Microorganism), Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM atau
menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap
aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak
digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan
kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan
pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan
udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan
bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di
Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi
tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan
dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan,
sebagai bahan penutup sampah di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan, dan
sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan
limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan
bahan baku pengomposan.
Asal
|
Bahan
|
1.
Pertanian
|
|
Limbah dan
residu tanaman
|
Jerami dan
sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman,
batang pisang dan sabut kelapa
|
Limbah
& residu ternak
|
Kotoran
padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
|
Tanaman
air
|
Azola, ganggang
biru, enceng gondok, gulma air
|
2.
Industri
|
|
Limbah
padat
|
Serbuk
gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah
pengalengan makanan dan pemotongan hewan
|
Limbah
cair
|
Alkohol,
limbah pengolahan kertas, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
|
3. Rumah
tangga
|
|
Sampah
|
Sampah
(padat) rumah tangga dan sampah kota rumah tangga
|
Limbah
padat dan cair
|
Limbah
rumah tangga: Tinja, urin
|
4. Pasar
|
|
Sampah
|
Sampah
(padat) pasar tradisional dan modern
|
Limbah
padat dan cair
|
Limbah Pasar;
Tinja dan urin
|
Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan
tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas
mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas
mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan
penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga
cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia,
seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang
ditinjau dari beberapa aspek:
a. Aspek Ekonomi:
1. Menghemat biaya untuk
transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran
limbah
3. Memiliki nilai jual yang
lebih tinggi daripada bahan asalnya
b. Aspek Lingkungan:
1. Mengurangi polusi udara
karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang
membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan
lahan untuk penimbunan
c. Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan
tanah
2. Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas
penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas
mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas
hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan
vitamin bagi tanaman
7. Menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik
tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan
meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis
tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi
nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik
terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman.
Beberapa studi telah dilakukan terkait
manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian menunjukkan bahwa
kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi daripada
kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya
ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan
dengan NPK.
Cara
Pembuatan Kompos
Bahan-bahan
yang digunakan
1. Kotoran ternak (bisa dari
kotoran sapi, kerbau, kambing dan domba, sebanyak 2.000 kg
2. Jerami yang dicacah
terlebih dahulu kurang lebih 5-10 cm, 1.000 kg
3. Arang Sekam, yakni sekam
yang sudah dibakar namun tidak sampai menjadi abu, 1.000 kg
4. Air, 20 liter
5. EM4, 5 sendok makan
6. Gula pasir, 5 sendok
makan
7. Bubuk gergaji atau bisa
juga dengan dedaunan dan bahan-bahan organik lainnya.
Alat-alat
yang diperlukan
1. Sekop
2. Cangkul
3. Sarung tangan
4. Karung goni
Proses Pembuatan
1. Siapkan media pembuatan
pupuk, di tempat yang sejuk tidak terkena matahari langsung dan tidak kena
hujan jika terjadi hujan.
2. Larutkan EM4 dan gula ke
dalam air.
3. Lapisan pertama,
campurkan kotoran ternak dengan arang sekam kemudian aduk hingga merata,
setelah itu taburkan dekomposer (EM4 dan gula yang sudah dilarutkan dalam air)
tadi secukupnya, aduk hingga merata.
4. Lapisan kedua taburkan
jerami, dedak, bubuk gergaji dan bahan-bahan organik lainnya hingga merata
kemudian siramkan dekomposer tadi.
5. Setelah itu tutup rapat
tumpukan bahan-bahan tadi dengan rapi menggunakan karung goni dan
jerami.
6. Hari kedua aduk adonan
tersebut hingga merata dan tutup kembali rapat-rapat.
7. Lakukan monitoring
setiap pagi dan sore, dengan cara memasukkan tangan (dengan sarung tangan) jika
tangan kita tidak kuat menahan panas adonan maka adonan belum siap dipakai.
Aduk setiap kali melakukan monitoring.
8. Biasanya hari keempat
adonan sudah siap, cara menceknya dengan cara memasukkan tangan anda ke dalam
campuran, jika bisa menahan panas adonan maka pupuk kompos organik siap
dipakai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar