Senin, 30 November 2015

ABON IKAN (1)

Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia. Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan dengan luas wilayah laut mencapai 5,8 juta km2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Potensi perairan tersebut dapat menghasilkan ± 6,7 juta ton ikan per tahun. Produk Domestik Bruto (PDB) selama periode 2000-2003, sub sektor perikanan meningkat sebesar 26,04%, jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan PDB total yang sebesar 12,14% (DKP, 2004). Pada 2007, PDB sub sektor perikanan mencapai Rp. 96,8 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi ke PDB kelompok pertanian sekitar 17,7% atau kontribusi terhadap PDB nasional sekitar 2,45% (DKP, 2007). Oleh sebab itu, perikanan merupakan sub sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan di Indonesia.
Ikan sebagai komoditi utama di sub sektor perikanan merupakan salah satu bahan pangan yang kaya protein. Manusia sangat memerlukan protein ikan karena selain mudah dicerna, pola asam amino protein ikan pun hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Di samping itu, kadar lemak ikan yang rendah sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
Komponen
Kadar (%)
Kandungan air
Protein
Lemak
Mineral dan Vitamin
76,00
17,00
4,50
2,52-4,50
Namun demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat mengalami pembusukan (perishable food). Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik dari ikan itu sendiri maupun mikroba dan proses ketengikan (rancidity). Kadar air ikan segar yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang terdapat di dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama, menjadi kendala dalam usaha perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, sejak lama masyarakat berusaha melakukan berbagai macam proses pengolahan pasca panen ikan guna meminimalkan kendala tersebut.
Pada dasarnya proses pengolahan pasca panen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat perkembangbiakan mikroorganisme dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan memiliki daya tahan lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-macam cara pengolahan pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern.
Salah satu diantara produk olahan ikan adalah abon ikan. Abon merupakan produk olahan yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat. Dewan Standarisasi Nasional mendefinisikan abon sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang terbuat dari daging yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Pembuatan abon menjadi alternatif pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk perikanan dan mengantisipasi melimpahnya tangkapan ikan di masa panen.
Abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama. Abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk-pauk.
Proses pembuatan abon ikan relatif mudah sehingga bisa langsung dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri. Peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana sehingga untuk memulai usaha ini relatif tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Oleh sebab itu, usaha pengolahan abon ikan ini bisa dilakukan dalam skala usaha kecil. Hal ini membuat usaha ini sangat berpotensi untuk dikembangkan di banyak wilayah di Indonesia yang memiliki sumberdaya perikanan laut yang melimpah.
1. Lokasi Usaha
Tahap penting dalam memulai suatu usaha adalah pemilihan lokasi tempat usaha akan didirikan. Pertimbangan penetapan lokasi usaha didasarkan pada faktor kedekatan letak dari sumber bahan baku, akses pasar terhadap produk yang dihasilkan, ketersediaan tenaga kerja, air bersih, sarana transportasi dan telekomunikasi.
Lokasi usaha pengolahan produk ikan sebaiknya terdapat di daerah-daerah yang dekat kawasan-kawasan kerja pelabuhan perikanan, terutama Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kondisi tersebut akan mempermudah proses penyediaan bahan baku ikan, mengingat sifat ikan yang mudah rusak, serta bisa mengurangi biaya transportasi dalam penyediaan bahan baku.
2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
a. Fasilitas Produksi
Proses produksi abon ikan tidak memerlukan tempat usaha tersendiri yang spesifik. Oleh karena itu, proses produksi bisa dilakukan dalam skala rumah tangga, selama memiliki sejumlah peralatan produksi yang diperlukan. Sebagai contoh unit usaha yang dijadikan sampel selama survei lapangan
hanya memiliki luas bangunan seluruhnya 75 m². Bangunan seluas itu, mempunyai fasilitas produksi antara lain ruang produksi, ruang pencucian, serta ruang mesin dan peralatan produksi.
b. Peralatan Produksi
Abon ikan dapat diproduksi dengan alat yang sederhana maupun dengan peralatan semi mekanik. Alat-alat sederhana yang bisa digunakan untuk pembuatan abon ikan adalah:
1. Bandeng
Alat ini digunakan sebagai wadah dalam proses perebusan daging ikan.
2. Wajan dan sodet
Alat ini digunakan pada proses penggorengan abon ikan dan bawang merah.
3. Tungku
Alat ini digunakan sebagai tempat pembakaran kayu bakar selama proses perebusan daging ikan serta penggorengan abon ikan dan bawang merah.
4. Pisau
Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan, serta mengupas dan mengiris bawang.
5. Tampah
Alat ini digunakan sebagai tempat mencampur bumbu dengan daging ikan yang telah dicabik-cabik.
6. Garpu besar
Alat ini digunakan untuk mencabik dan menghaluskan abon yang telah digoreng dan direbus.
7. Baskom plastik besar
Alat ini digunakan sebagai wadah selama pencucian ikan.
8. Baskom plastik kecil
Alat ini digunakan sebagai tempat bumbu-bumbu yang akan dicampurkan.
9. Ember plastik
Alat ini digunakan sebagai wadah untuk membawa air untuk merebus daging ikan.
10. Saringan kelapa
Alat ini digunakan untuk menyaring santan kelapa.
11. Blong (kantong plastik besar).
Alat ini digunakan sebagai wadah tempat menyimpan sementara abon ikan sebelum dikemas dan dipasarkan.
12. Plastik kemasan (ukuran 100 g dan 250 g)
Digunakan untuk mengemas produk abon ikan siap jual.
13. Timbangan duduk ukuran 2 kg
Alat ini digunakan untuk menimbang bahan-bahan pembantu dan abon ikan yang akan dikemas.
14. Timbangan gantung ukuran 25 kg
Alat ini digunakan untuk menimbang ikan yang akan dijadikan bahan baku.
15. Ayakan (Tray)
Alat ini digunakan untuk meniriskan daging ikan yang telah direbus.
16. Lemari penyimpanan (Etalase).
Alat ini digunakan sebagai tempat menyimpan abon ikan yang telah dikemas.
Sementara itu, sejumlah peralatan semi mekanik yang biasa digunakan dalam proses pembuatan abon ikan, antara lain adalah:
1. Mesin pengepres
Mesin ini digunakan untuk membuang air dalam daging ikan yang telah direbus (pengepresan I), serta membuang minyak goreng dari bakal abon ikan yang telah digoreng (pengepresan II).
2. Mesin parutan
Mesin ini digunakan untuk memarut kelapa dan lengkuas.
3. Sealer (alat pengemas).
Alat ini digunakan dalam proses pengemasan produk abon ikan.
Foto 1. Lemari penyimpanan (Etalase) sebagai tempat menyimpan produk yang sudah dikemas dan siap dijual
3. Bahan Baku Produksi
Bahan baku yang cocok digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal juga harus memiliki serat kasar dan tidak mengandung banyak duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah: Marlin/Jangilus (Istiophorus sp), Tuna, Cakalang, Ekor Kuning, Tongkol, Tengiri, dan Cucut. Spesies-spesies ikan ini umumnya dapat ditangkap sepanjang tahun oleh nelayan dengan alat tangkap pancing di perairan laut dalam. Beberapa spesies ikan air tawar pun bisa digunakan, misalnya: Nila dan Gabus. Sedangkan ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal, dan tidak berbau busuk.
Pada unit usaha, bahan baku yang digunakan dalam proses produksi abon ikan adalah Ikan Marlin/Jangilus (Istiophorus sp). Alasan pemilihan Ikan Marlin sebagai bahan baku dalam produksi abon ikan adalah karena daging jenis ikan ini memiliki serat yang lebih panjang dan warna yang lebih cerah, bila dibanding dengan daging ikan lainnya. Sebaliknya, ikan Marlin yang digunakan sebagai bahan baku abon ikan memiliki berat di atas 100 kg. Ikan dengan ukuran tersebut akan meminimalkan bagian ikan yang ’terbuang’ pada saat proses penyiangan daging ikan. Pada saat survei, harga beli ikan Marlin adalah Rp 18.000,- per kg.
Pengadaan bahan baku usaha pengolahan abon ikan diperoleh dari TPI terdekat. Namun, bila bahan baku tidak tersedia di TPI, maka bahan baku masih bisa diperoleh dari daerah lain. Proses pembelian bahan baku biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemesanan terlebih dahulu dari sejumlah TPI, kemudian pemasok akan mengantarkan langsung bahan baku tersebut ke lokasi produksi dengan biaya pengiriman sepenuhnya ditanggung oleh pemasok. Sistem pembayaran bahan baku biasanya dengan sistem 50 persen dibayar pada saat pasokan tiba dan 50 persen lagi setelah produk abon ikan terjual.
Sistem pembayaran bahan baku seperti ini bisa dilakukan karena sudah lamanya kerjasama yang dilakukan pihak produsen dengan para pemasoknya. Seperti dalam proses pembuatan produk olahan makanan lainnya, dalam pembuatan abon ikan pun digunakan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Fungsi bahan-bahan pembantu tersebut adalah sebagai penyedap rasa dan zat pengawet alami bagi produk abon ikan yang dihasilkan.
Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon adalah rempah-rempah, gula, garam dan penyedap rasa. Jenis rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih, ketumbar, lengkuas, sereh dan daun salam. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula pasir dapat memberikan rasa lembut sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan. Sementara garam yang digunakan sebagai bumbu adalah garam dapur. Di samping sebagai bumbu, garam dapur pun berfungsi sebagai bahan pengawet karena kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan. Bawang putih mempunyai aktivitas anti mikroba. Senyawa allicin dalam bawang putih berperan memberikan aroma khas, serta memiliki kemampuan merusak protein kuman penyakit sehingga kuman tersebut mati. Sementara itu, penyedap rasa berfungsi untuk menambah kenikmatan rasa abon ikan yang dihasilkan.
Komposisi bahan-bahan dalam pembuatan abon ikan banyak disusun oleh produsen. Salah satunya disajikan pada Tabel 2 di bawah. Ada juga komposisi bahan-bahan pembantu yang digunakan oleh produsen abon ikan yang lain, disajikan dalam Tabel 3 berikut:
Tabel 2. Komposisi Bahan-bahan Pembantu Per 10 kg Bahan Baku Daging Ikan
Jenis Bahan Pembantu (Bumbu)
Jumlah
Satuan
Bawang Merah
150
gram
Bawang Putih
100
gram
Ketumbar
100
gram
Irisan Lengkuas
3
iris
Daun Salam
10
lembar
Serei
3.0
tangkai
Gula Pasir
700
gram
Asam Jawa
6
mata
Kelapa
10
butir
Tabel 3. Komposisi Bahan-bahan Pembantu Per 10 kg Bahan baku Daging Ikan
Jenis Bahan Pembantu (Bumbu)
Jumlah
Satuan
Gula Pasir
2
Kg
Lengkuas
0.5
Kg
Ketumbar
250
gram
Bawang Putih
150
gram
Bawang Merah
0.5
Kg
MSG
16
gram
Garap Dapur
700
gram
Garam Rebus
2
Kg
Kelapa
2
butir
Serei
2
Batang
Daun Salam
5
helai
4. Tenaga Kerja
Jenis teknologi yang digunakan dalam industri abon ikan umumnya sederhana dan sangat mudah penguasaannya. Oleh karena itu, industri ini tidak menuntut prasyarat tenaga kerja berpendidikan formal, tetapi lebih mengutamakan keterampilan khusus dalam pengolahan abon ikan. Kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi tersebut bisa dipenuhi oleh pria atau wanita yang telah mengikuti pelatihan dan/atau magang di unit usaha sejenis.
Pada skala usaha abon ikan yang disurvei, dengan kapasitas produksi 60 kg produk abon per hari, jumlah tenaga kerja yang digunakan terdiri dari 1 orang pimpinan perusahaan, 6 orang tenaga kerja produksi dan 1 orang tenaga administrasi. Jumlah tenaga kerja produksi sangat tergantung dari skala produksi, sedangkan tenaga administrasi jumlahnya relatif tetap. Sistem pengupahan tenaga kerja produksi adalah upah harian sebesar Rp 25.000,– per hari. Sementara itu, pimpinan perusahaan dan tenaga administrasi digaji bulanan, masing-masing sebesar Rp 1.500.000,– dan Rp 700.000,– per bulan.
5. Teknologi
Penentuan pilihan teknologi yang akan diterapkan sangat tergantung kepada skala unit usaha yang akan didirikan. Beberapa patokan umum yang dapat dipakai dalam pemilihan teknologi adalah: seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, keberhasilan pemakaian teknologi di tempat lain, serta kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasian teknologi.
Produsen abon ikan pada umumnya termasuk kategori usaha berskala mikro kecil dan bersifat padat tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan faktor produksi utama dalam proses produksi abon ikan. Ini mengingat beberapa tahap produksi abon ikan sangat mengandalkan tenaga manusia. Dengan demikian, alternatif jenis teknologi yang disarankan untuk digunakan adalah teknologi kombinasi antara peralatan tradisional dan semi mekanik.

(bersambung)