Selasa, 29 November 2016

PENGASAPAN IKAN

Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecokelatan.
Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Berdasarkan penelitian laboratorium, asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut: air, asam asetat, alkohol, aldehid, keton, asam formiat, phenol, karbon dioksida.
Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap, melainkan unsur-unsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia itu dapat berperan sebagai:
(1) Desinfektan, yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan;
(2) Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen. Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasana asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri; dan
(3) Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab ketengikan.
Pada dasarnya, ada dua tujuan utama dalam pengasapan ikan. Tujuan pertama untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap. Tujuan kedua yaitu untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli daya awetnya. Ketelitian pekerjaan dari setiap tahap serta jenis dan kesegaran ikan akan menentukan mutu hasil asapan. Kesegaran atau mutu bahan mentah perlu diperhatikan sebab akan menentukan mutu produk ikan asap yang dihasilkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan antara lain adalah: suhu pengasapan, kelembaban udara, jenis kayu, dan perlakuan sebelum pengasapan.
Nilai organoleptik ikan asap menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah >7 dengan kriteria kenampakan menarik dan bersih, bau asap cukup tanpa ada tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi padat, kompak serta kering antar jaringan. Persyaratan mutu ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992 tercantum dalam tabel berikut.
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan Mutu
Organoleptik
Nilai minimum
Kapang
7
Tidak tampak
Cemaran Mikroba
ALT, maksimum
Escheriscia coli
Salmonella sp.*
Stapilococus aureus*
CFU/gram
APM/gram
Per 25 gram
Per 25 gram
5x105
<3
Negatif
Negatif
Cemaran Kimia
Air, maksimum
Garam, Maksimum
Abu, tidak larut dalam Asam, maksimum
% b/b
% b/b
% b/b
60
4
1,5
Jenis-Jenis Pengasapan
Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik serta pengasapan cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis-jenis pengasapan adalah sebagai berikut:
1. Pengasapan Panas
Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Suhu sekitar 70-100oC, lamanya pengasapan 2-4 jam.
Pengasapan panas dengan menggunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi.
2. Pengasapan Dingin
Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40-50oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua pekan. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 pekan. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap.
Perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin tertera dalam table ini.
Jenis pengasapan
Suhu
Waktu
Daya awet
Pengasapan dingin
40-50°C
1-2 pekan
2-3 pekan sampai bulan
Pengasapan panas
70-100°C
Beberapa jam
Beberapa hari
Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)
3. Pengasapan Elektrik
Ikan asap dengan asap dari pembakaran serbuk gergaji yang dilewatkan  medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap, kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada ruang pengasap dipasang kayu melintang di bagian atas dan dililiti  kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut.
4. Pengasapan Cair
Proses pengasapan secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap sulit dikendalikan dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses pengasapan yang aman dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu. Asap cair (liquid smoke) merupakan kondensat alami bersifat cair dari hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.

Asap (liquid) pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan  air lalu ditambahkan  garam dapur  secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan  dikeringkan di tempat teduh. Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair merupakan  kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pembentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan. Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah:
Ø  Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih tinggi
Ø  Lebih intensif dalam pemberian aroma
Ø  Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
Ø  Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
Ø  Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
Ø  Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
Ø  Polusi lingkungan dapat diperkecil
Ø  Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung ke dalam makanan.
Alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap.
Bahan dan Alat Pengasapan
--Bahan-bahan (asapan tanpa bumbu):
– Bandeng, tongkol, garam 20% dari berat ikan.
--Sedangkan asapan dengan bumbu bahan-bahannya sebagai berikut:
– Garam 8% dari berat ikan.
– Bawang merah 7%.
– Gula pasir 15% dari berat ikan.
– Bawang putih 25%.
– Bumbu penyedap 1% dari berat ikan.
– Jahe 1%.
Cara Mengolah:
  Ikan dicuci bersih dari kotoran dan lendir.
  Dibelah di bagian punggung dari kepala sampai ekor.
  Insang dan isi perut ikan dibuang. Jika bahan yang dipakai ikan bandeng, maka lapisan hitam pada dinding perut dibuang.
  Ikan dicuci bersih dengan air dan kemudian direndam dalam larutan garam 3%.
  Ditiriskan.
Pada pengasapan ikan tanpa bambu, ikan direndam dalam hancuran garam sebanyak 20% dari berat ikan (dan ditambah air kalau perlu) selama 2 jam. Kemudian dibilas (cuci ulang) dengan air bersih dan ditiriskan lalu dimasukkan ke dalam lemari asap.
Pada pengasapan ikan dengan bumbu, bumbu-bumbu dihaluskan kemudian dioleskan ke seluruh permukaan ikan. Disimpan dalam suhu dingin selama 5 jam kemudian dicuci ulang dengan air bersih dan ditiriskan kemudian dimasukkan ke dalam lemari asap.
Cara Mengasap Ikan:
  Ikan yang sudah siap untuk diasap itu diikatkan pada pengait yang ada di lemari asap dengan ekor di atas.
  Supaya bagian dalamnya terkena asap, maka di antara sisi dinding perutnya ditopang dengan lidi.
  Ikan kemudian dikaitkan ke palang penggantung dalam lemari asap.
  Sementara itu bahan bakar dan bahan pengasap sudah dinyalakan dan sudah diatur suhunya serta tebal tipisnya asap.
  Mula-mula diasap dengan arang asap tanpa asap selama ½-1 jam pada suhu 40-500C.
  Kemudian diasapkan lagi dengan asap tebal dan panas selama 3 jam pada suhu 50-600C.
  Terakhir diasap tips untuk mengeringkan pada suhu 60-800C.
  Setelah selesai pengasapan ini maka ikan asap dikeluarkan, diangin-anginkan sampai dingin.
  Dibungkus dalam kantong-kantong plastik.

Sabtu, 19 November 2016

TRANSPORTASI BENIH IKAN

P
engangkutan (transportasi) benih ikan sangat perlu mendapat perhatian sehingga memerlukan pengetahuan tentang: kepadatan, kualitas benih, jumlah oksigen terlarut, teknik pemberian oksigen, teknik pemberian antibiotik, kualitas air (nilai pH, suhu, sifat fisik dan kimia), waktu pengiriman, jarak tempuh, dan perangkat yang dibutuhkan.

Hal ini terlebih lagi untuk pengangkutan benih jarak jauh dan dalam jumlah banyak, antara lain, kemampuan ikan dalam mengonsumsi O2 perlu dicermati. Biasanya, dasar yang digunakan untuk mengukur konsumsi ikan atas O2 selama pengangkutan adalah berat ikan dan suhu air.
Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan tergantung jumlah oksigen yang tersedia. Jika kandungan O2 meningkat, ikan akan mengonsumsi O2 pada kondisi stabil, sedangkan ketika kadar O2 menurun konsumsi ikan atas O2 akan lebih rendah.
Nilai pH, CO2, dan amoniak juga berpengaruh penting. Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknis akibat perubahan kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH air menjadi asam. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, dan cara menanggulanginya yaitu dengan menstabilkan kembali pH air selama pengangkutan dengan larutan bufer.

Sementara itu, pengangkutan ikan hidup dengan teknik kering merupakan cara yang dianggap lebih efektif. Ikan yang dijual dalam keadaan hidup lebih tinggi nilainya dibandingkan ikan mati. Karena itu, penguasaan teknik pengangkutan ikan dalam keadaan hidup sangatlah penting, khususnya bagi pelaku usaha di bidang jasa pengangkutan ikan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan pengangkutan benih ikan di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Jenis ikan
   Hal ini disebabkan kebutuhan oksigen untuk setiap spesies ikan berbeda-beda. Misalnya antara ikan mas dan ikan lele.
2. Usia dan ukuran ikan
   Semakin besar ukuran benih ikan, semakin besar pula kebutuhan oksigennya.
3. Resistensi ikan
    Benih ikan yang diberi pakan buatan memiliki daya tahan lebih rentan dibandingkan dengan benih ikan yang diberi makanan alami.
4. Temperatur air
   Pengangkutan benih ikan harus dilakukan dalam kondisi temperatur air normal atau lebih rendah. Pengangkutan benih ikan dalam temperatur air lebih rendah akan mengurangi respirasi ikan sehingga kandungan oksigen terlarut dalam air tinggi. Temperatur air yang tinggi akan mengurangi oksigen dalam air.
5. Lama waktu pengangkutan
   Semakin dekat jarak tempuh, semakin besar tingkat hidup benih ikan yang dicapai.
6. Sistem pengangkutan
   Semakin cepat dan mudah sistem pengangkutan yang digunakan, peluang mencapai keberhasilan dalam pengangkutan pun lebih besar.
7. Wadah pengangkutan
   Wadah pengangkutan dapat berupa kantung plastik, blong/dirigen, bak (terbuat dari kaca, fiber atau logam), kreneng (terbuat dari anyaman bambu).
8. Alat (kendaraan) pengangkutan
    Alat/kendaraan pengangkutan dapat berjalan kaki, menggunakan sepeda motor, mobil, kereta api, kapal atau pesawat udara.
9. Pengemasan
   Pengangkutan benih ikan biasa dilakukan dalam kemasan kantong plastik dengan kepadatan benih ikan berkisar 5.000-8.000 ekor untuk setiap 5-8 liter air. Sementara volume oksigen antara 15-20 liter.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan benih ikan adalah sebagai berikut:
a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.

c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5.000-6.000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.

Teknik pengangkutan ikan hidup cukup mudah alias tidak memerlukan pengetahuan yang rumit. Ada sejumlah cara, dari yang tradisional hingga yang paling sederhana. Setiap cara tergantung media yang dipergunakan, juga jarak dan waktu tempuh ke tempat tujuan. Namun umumnya, teknik pengangkutan ikan hidup terbagi ke dalam dua, yaitu teknik basah yang menyertakan media air; dan teknik kering, tanpa penyertaan air.

Teknik basah terdiri dari dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka sudah lazim dilakukan, yaitu ikan diangkut dalam wadah terbuka. Sistem ini mudah diterapkan. Berat ikan yang aman untuk diangkut dengan sistem terbuka tergantung efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, dan jenis ikan. Pengangkutan ikan hidup dengan sistem ini umumnya dilakukan untuk jarak tempuh pendek dan waktu yang singkat.
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5.000 ekor benih ukuran 3-5 cm.

Sementara itu, pengangkutan ikan hidup dengan sistem tertutup memerlukan suplai oksigen yang cukup. Dalam wadah tertutup, oksigen sangat terbatas. Karena itu, perlu diperhatikan faktor penting yang memengaruhi keberhasilan pengangkutan yaitu kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO2, amoniak, serta kepadatan dan aktivitas ikan.
Sistem ini diterapkan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 8 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(HPO)4.H2O sebanyak 9 gram.
Pengangkutan sistem tertutup terbagi dua, yaitu (1) pengangkutan yang lamanya di bawah 8 jam dan (2) pengangkutan yang lamanya lebih dari 12 jam.
Pengangkutan benih ikan yang menempuh waktu perjalanan kurang dari 8 jam dapat dilakukan dengan dibungkus dalam kantong plastik. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik adalah sebagai berikut
a) masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
b) hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
c) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen = 1:2);
d) kantong plastik lalu diikat.
e) kantong plastik dimasukkan ke dalam dus dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dus yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik dan temperaturnya tetap dipertahankan dengan kisaran 27-290C.

Kondisi terkait oksigen (O2) meskipun risiko kematian ikan cukup besar. Dalam pengangkutan teknik kering, media yang digunakan bukanlah air. Karena itu, ikan harus dikondisikan dalam aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi ikan atas energi dan oksigen juga rendah. Semakin rendah metabolisme ikan, semakin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya. Dengan begitu, ketahanan hidup ikan untuk diangkut di luar habitatnya semakin besar.

Penurunan aktivitas biologis ikan bisa dilakukan dengan pemingsanan. Setidaknya terdapat tiga cara pemingsanan ikan, yaitu
a. penggunaan suhu rendah,
- penurunan suhu secara langsung, di mana ikan dimasukkan dalam air bersuhu 10-150C sehingga ikan pingsan seketika;
- penurunan suhu secara bertahap, di mana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
b. pembiusan dengan zat kimia bahan anestesi (pembius). Bahan anestasi yang digunakan untuk pembiusan ikan yaitu MS-222, Novacaine, Barbitol sodium, dan bahan lainnya tergantung berat dan jenis ikan.
   Selain bahan-bahan anestasi sintetik, pembiusan juga dapat dilakukan dengan zat cauler pindan atau cauler picin yang berasal dari ekstrak rumput laut Caulerpa sp., dan penyetruman dengan arus listrik.

Kamis, 17 November 2016

BUDIDAYA PATIN (2)

PEMBENIHAN
Lokasi pembenihan ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) sebaiknya dipilih kolam yang dekat dengan sumber air dan bebas dari banjir. Untuk memudahkan sistim pengairan ke dalam kolam sebaiknya kolam dibangun pada lokasi lahan yang landai dan mempunyai kemiringan 3 sampai dengan 5%. Hal ini bertujuan agar air mudah dan lancar mengalir ke kolam. Setidaknya ada empat jenis kolam yang perlu disiapkan untuk memulai cara budidaya ikan patin, yaitu: 
1) Kolam Indukan. Luas kolam ditentukan oleh seberapa banyak jumlah induk dan intensitas dalam pengolahannya, misalnya untuk 100 kilogram induk sebaiknya dipelihara di dalam kolam dengan luas kira-kira 500 m2, persyaratan memilih kolam jenis ini jika anda hanya mengandalkan sumber pakan alami ditambah dedak. Tetapi jika pakan yang akan diberikan berupa pelet maka untuk 100 kilogram induk bisa dipelihara di dalam kolam dengan luas antara 150 sampai dengan 200 m2 saja. Kolam sebaiknya mempunyai bentuk persegi panjang, dinding samping kolam bisa ditembok, tetapi untuk jenis kolam tanah sebaiknya dinding samping dilapisi anyaman bambu.
2) Kolam Pemijahan. Kolam tempat memijahkan bisa di kolam tanah atau berupa bak tembok atau pun akuarium. Jumlah induk yang hendak dipijahkan memengaruhi besarnya ukuran atau luas kolam. Misalnya untuk 1 ekor induk yang mempunyai berat 3 kilogram sebaiknya ditempatkan pada kolam dengan luas 18 m2 yang sudah dilengkapi dengan ijuk secukupnya.
3) Kolam atau Laboratorium Penetasan Telur. Biasanya dari akuarium, semakin banyak indukan maka semakin banyak akuarium yang harus disediakan.
4) Kolam Pendederan. Untuk kolam tempat pendederan sebaiknya dibuatkan kolam berbentuk empat persegi, buatkanlah saluran (kemalir) pada dasar kolam dan buatkan juga kubangan di daerah saluran pengeluaran. Saluran kemalir dan kubangan dibuat dengan tujuan untuk mengumpulkan benih pada saat panen tiba.

Cara Pemijahan dan Memilih Induk
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pembenihan ikan patin agar didapatkan benih yang sehat dan cepat dalam pembesarannya.

a. Memilih Induk
Memilih induk ikan patin bisa berasal dari proses pemeliharan di kolam sejak kecil atau merupakan hasil dari tangkapan di alam. Pilihlah induk yang berasal dari kawanan ikan patin yang sudah dewasa sehingga diharapkan kita mendapatkan induk yang ideal dan mempunyai kualitas yang bagus.
  
Seleksi Induk
Kriteria induk betina 
  • Umur di atas 2 tahun.
  • Berat badan 1,5-2 kilogram.
  • Secara visual induk sudah mempunyai perut yang membesar pada daerah anus.
  • Bila diraba perut terasa empuk, lembek dan tipis.
  • Ada pembengkakan dan timbul warna merah di daerah kloaka.
  • Akan keluar beberapa butir telur jika daerah kloaka ditekan.
Kriteria induk jantan
  • Umur induk sudah diatas 2 tahun.
  • Berat badan 1,5-2 kilogram.
  • Bila diraba perut lembek dan tipis.
  • Jika diurut sambil ditekan akan mengeluarkan cairan berupa sperma yang berwarna putih.
  • Pada bagian kelamin ada pembengkakan dan mempunyai warna merah tua sebagai tanda bahwa induk siap dikawinkan.
b. Perawatan dan Pemeliharaan Induk
Lakukanlah pemeliharaan secara khusus terlebih dahulu terhadap induk ikan patin yang telah dipilih untuk dipijahkan, pemeliharan bisa dilakukan di dalam sangkar yang terapung, berikanlah makanan special terhadap induk yaitu makanan yang kaya akan protein. Makanan induk bisa dibuat dari bahan-bahan yang bisa dibeli dan tersedia banyak di pasaran seperti: bahan-bahan berupa pakan ayam yang mengandung 35 persen tepung ikan di dalamnya,  dedak halus dengan komposisi 30 persen, menir beras dengan komposisi 25 persen, tepung kedelai dengan komposisi 10 persen, dan tambahan vitamin atau mineral sebesar 0,5 persen.

Bahan dan Alat
  1. Induk Ikan Patin yang sudah matang gonad
  2. Artemia, Tubifex sp untuk pakan alami larva
  3. Vtamin C sebagai bahan campuran pada pakan alami
  4. Bak pakan alami
  5. Timbangan
  6. Alat suntik
  7. Bak pemeliharaan larva

Tehnik Pembenihan
a. Pemijahan
Pemijahan adalah proses pertemuan antara ikan jantan dan betina untuk melakukan pembuahan telur oleh spermatozoa yang terjadi diluar tubuh atau secara eksternal. Menyatakan bahwa pemijahan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan ikan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya. Hal-hal yang perlu dilakukan pada proses pembenihan antara lain, pengadaan induk yang meliputi karantina dan perawatan induk. Hal itu bertujuan untuk memilih induk yang berkualitas baik. Biasanya induk-induk yang berasal dari alam memiliki kualitas yang kurang baik sehingga perlu dilakukan karantina dan perawatan untuk meningkatkan kualitas induk.

Pemijahan ikan patin biasanya dilakukan dengan teknik kawin suntik karena induk patin sulit terangsang untuk memijah bila dengan perlakuan secara alami. Teknik pemijahan induksi (induce breeding) dengan menyuntikkan larutan hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya, teknik ini diikuti dengan teknik pengurutan (stripping) agar telur tidak berceceran dan bisa ditetaskan di dalam akuarium

Persiapan Penyuntikan
Pemijahan ikan patin dilakukan dengan cara pemijahan buatan yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa LH-RH-A atau hCG atau hormon sintetis dengan merk dagang Ovaprim. Penyuntikkan dilakukan dengan tujuan untuk merangsang pemijahan yang sudah matang gonad, ikan patin sulit dipijahkan secara alami karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai.

Pemijahan ikan patin mengalami kesulitan pada musim kemarau karena ikan patin memiliki kebiasaan memijah pada musim penghujan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan penyuntikan dengan menggunakan hormon yang berbeda. Penyuntikan dengan menggunakan hormon bertujuan untuk merangsang perkembangan gonad dan ovulasi secara lebih cepat pada musim kemarau. Hormon yang biasa digunakan adalah hCG menurut penyuntikan pada induk betina, hCG digunakan pada penyuntikan pertama dengan dosis 500 IU/kg

Penyuntikan kedua dengan menggunakan ovaprim 0,6 ml/kg. Penyuntikan induk jantan cukup menggunakan ovaprim dengan satu kali penyuntikan menggunakan dosis 0,2 ml/kg. Keesokan harinya ikan patin siap untuk dipijahkan atau dilakukan fertilisasi dengan cara pencampuran sperma dengan telur. Alat-alat yang dibutuhkan berupa peralatan pemijahan (baskom plastik), kain lap, tisu gulung.
Sebelum dilakukan striping pada induk betina, terlebih dahulu dilakukan pengambilan sperma dari induk jantan dengan cara melakukan pemijatan dari perut ke bawah. Usahakan sperma tidak terkena air dengan terlebih dahulu dilakukan pengeringan dengan menggunakan tisu. Sedangkan induk betina distriping untuk mendapatkan telur kemudian telur yang didapatkan dimasukkan ke dalam mangkok plastik. Setelah itu telur yang didapat ditambah dengan sperma dan encerkan dengan menggunakan larutan fisiologis (NaCl). Tujuan dari pengenceran ini adalah untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa dalam waktu yang relatif lama.

Telur dan sperma harus diletakkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari. Selanjutnya telur dan sperma segera dibawa ke tempat penetasan, dan diaduk dengan menggunakan bulu ayam kemudian menggoyang-goyangkan wadah secara perlahan kemudian dicuci dengan air sebanyak dua kali. Jumlah dan lamanya pencucian yang dilakukan tergantung dari kondisi telur tersebut, semakin lengket telur maka semakin banyak dan lama pencucian. Kemudian telur ditebarkan pada bak fiber berukuran 4 x 2 x 0,5 m3 yang dilengkapi hapa di dalamnya dengan ukuran 2 x 1 x 0,3 m3 secara merata agar tidak terjadi penumpukan telur.

b. Penetasan
Fertilisasi merupakan proses masuknya spermatozoa ke dalam telur ikan melalui lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan selanjutnya akan terjadi perubahan pada telur dalam proses pembuahan. Telur ikan dan sperma mempunyai zat kimia yang terbentuk dalam proses pembuahan. Zat tersebut adalah gamone. Gamone yang dikeluarkan sel telur disebut gynamone-I dan gynamone-II. Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi proses embriologi (masa pengeraman).
Lama penetasan telur ikan setelah ditebar di dalam bak fiber yang dilengkapi hapa yaitu selama 35-40 jam setelah pembuahan. Pada keesokan paginya dihitung jumlah telur yang terbuahi untuk mendapatkan nilai dari Fertility Rate (% FR). Pada sore harinya dilakukan penghitungan terhadap telur-telur yang sudah menetas untuk mengetahui daya tetas telur (% HR, Hatching Rate). Selanjutnya itu dilakukan pemeliharaan larva.

c. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva pasca penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan telur yang dialiri air dan dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang agar larva tidak teraduk. Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama 1 hari tanpa diberi pakan, karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning telur yang ada dalam tubuh larva itu sendiri.

Larva ikan patin mulai membutuhkan makan dari luar setelah cadangan makanannya yang berupa yolk suck telah habis. Pada fase ini larva ikan patin bersifat kanibal. Larva yang berumur 2 hari diberi pakan berupa artemia sampai berumur 7 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera hingga berumur 14 hari. Pada perkembangan larva membutuhkan lingkungan yang kaya oksigen. Fluktuasi suhu yang besar perlu dihindari selama stadia larva untuk mencegah terjadinya stress. Perubahan suhu yang besar dapat mematikan larva. Secara morfologi, benih telah memiliki kelengkapan organ tubuh meskipun dalam ukuran yang sangat kecil dan berwarna agak putih.

Setelah larva berumur 3 hari selanjutnya benih ditebar pada bak pemeliharaan. Benih yang ditebar dalam kondisi sehat, hal ini dapat diketahui dari gerakannya yang lincah dan bersifat agresif  terhadap makanan
Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi larva setelah 35-40 jam. Larva dipelihara 1 hari pada hapa penetasan dan tidak perlu diberi pakan tambahan, karena kuning telur pada larva baru akan habis pada saat larva berumur 1 hari. Setelah berumur 2 hari, selanjutnya larva dipindahkan ke dalam bak fiber yang berukuran lebih besar, dan dilakukan penyifyolk such,onan secara rutin, hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran untuk mencegah hama dan penyakit yang akan timbul.

d. Pemanenan
Kegiatan pemanenan dilakukan pada pagi hari, pada saat  larva ikan sudah berumur 14 hari. Larva ikan yang berada didalam bak fiber diambil dengan menggunakan scoopnet kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Sebagian dijual kepada para petani ikan dan sisanya dibesarkan di kolam pendederan. Proses pemanenan larva patin menggunakan alat bantu seperti tabung ukur, ember, baskom, plastik dan scoopnet. Sebelum dilakukan panen, air terlebih dahulu dikurangi sebanyak 80% untuk mempermudah proses pemanenan. Kemudian larva ditangkap dengan menggunakan scoopnet dan dimasukkan kedalam waskom dan dilakukan penghitungan dengan menggunakan tabung ukur untuk selanjutnya dipindahkan kedalam bak pemeliharaan yang telah disiapkan atau dijual kepada para pembeli.

referensi: hendrizainuddin