Sabtu, 23 Agustus 2014

MSG, PENGARUHNYA TERHADAP KESEHATAN

Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat di berbagai bidang, termasuk dalam bidang pangan, kemajuan teknologi ini membawa dampak positif maupun negatif. Dampak positif teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan, juga meningkatkan diversivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Dampak negatif kemajuan teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya. Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk tersebut.
Dari berbagai senyawa pembangkit cita rasa yang beredar bebas di pasaran seperti misalnya MSG, 5 nukleotida, maltol (soft drink), dioctyl sodium sulfosuccinate (untuk susu kaleng) dan lain sebagainya, ternyata hanya Monosodium Glutamate (MSG) yang banyak menimbulkan kontroversi antara produsen dan konsumen. Namun sejauh ini, belum banyak penelitian langsung terhadap manusia. Hasil dari penelitian dari hewan, memang diupayakan untuk dicoba pada manusia. Tetapi hasil-hasilnya masih bervariasi. Sebagian menunjukkan efek negatif MSG seperti pada hewan, tetapi sebagian juga tidak berhasil membuktikan. Yang sudah cukup jelas adalah efek terjadinya migren terutama pada usia anak-anak dan remaja. Memang disepakati bahwa usia anak-anak atau masa pertumbuhan lebih sensitif terhadap efek MSG daripada kelompok dewasa. Sementara untuk efek terjadinya kejang dan urtikaria (gatal-gatal dan bengkak di kulit seperti pada kasus alergi makanan), masih belum bisa dibuktikan.
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu:
1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh,
2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan,
3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Asam glutamat telah digunakan di berbagai macam jenis produk makanan di berbagai negara sejak tahun 1940, khususnya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Asam glutamat merupakan salah satu dari 20 asam amino yang ditemukan pada protein dan MSG merupakan monomer dari asam glutamat. MSG memberikan rasa gurih dan nikmat pada berbagai macam masakan, walaupun masakan itu sebenarnya tidak memberikan rasa gurih yang berarti. Penambahan MSG ini membuat masakan seperti daging, sayur, sup berasa lebih nikmat dan gurih.
MSG dijual dalam berbagai bentuk produk dan kemasan, produk penyedap rasa seperti Ajinomoto, Miwon, Sasa, Royco atau merek dagang lainnya mengandung MSG sebagai salah satu bahan penyedap rasa. Produk makanan siap saji, makanan beku maupun makanan kaleng juga mengandung MSG dalam jumlah yang cukup besar. Selain lada dan garam, botol berlabel penyedap rasa yang mengandung MSG juga dapat dengan mudah ditemukan di rak bumbu dapur maupun di atas meja restoran. Umumnya, Restoran Cina banyak menggunakan MSG untuk menyedapkan masakan-masakannya. Walaupun sebagian besar orang dapat mengkonsumsi MSG tanpa masalah, beberapa orang memiliki alergi bila mengkonsumsi berlebihan yaitu gejala seperti pening, mati rasa yang menjalar dari rahang sampai belakang leher, sesak nafas dan keringat dingin. Secara umum, gejala-gejala ini dikenal dengan nama sindrom restoran cina.
Asam glutamat dan gamma-asam aminobutirat mempengaruhi transmisi signal di dalam otak. Asam glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, sementara  gamma-asam aminobutirat menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi signal dalam otak.

Sejarah
Gb. Butiran MSG/Vetsin
MSG mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut dari jenis Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya – asam, manis, asin dan pahit – dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, seorang peneliti juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Umami banyak ditemukan pada bahan pangan alami seperti tomat, daging, jagung, ikan, dan lainnya, lalu peserta seminar diminta untuk mencicip rasa umami tomat. Selain itu Komponen utama pembentuk rasa umami adalah glutamate, inosinat, dan guanylate. Saat ini, semua jenis kaldu, bumbu dan saos kaya akan glutamat.
Rasa umami dalam dunia kuliner sudah menjadi bagian penting. Di restoran atau hotel menggunakan kaldu untuk menghasilkan cita rasa tersebut. Kaldu tersebut biasanya diperoleh dari hasil ekstraksi tulang daging sapi, ayam, ikan, dan sayuran.

Orang yang berjasa menemukan MSG adalah Prof. Kikunae Ikeda. Beliau adalah seorang guru besar kimia yang berasal dari Tokyo Imperial University. Ikeda sangat tertarik dengan rasa makanan tertentu, yang rasanya ada di luar 4 rasa utama, manis, pahit, asam, asin. Untuk mengetahui rasa tersembunyi itu, beliau melakukan penelitian.
Di tahun 1907, Ikeda melakukan penelitiannya. Dia menemukan bahwa rahasia rasa yang enak itu terdapat dalam kaldu yang didapat dari kombu, yaitu sejenis ganggang laut yang banyak dipakai sebagai bumbu tradisional oleh warga Jepang. Sejumlah besar kaldu kombu dipakai untuk diubah menjadi bentuk kristal yang disebut glutamat.

Gb. Rasa kelima yang ditemukan
Dari 100 gram kombu kering, dapat dihasilkan 1 gram glutamat. Rasa inilah yang akhirnya ditemukan, rasa yang melengkapi 4 rasa utama. Ikeda menyebutnya sebagai rasa kelima dan diberi nama umami. Dari kristal glutamat itu, Ikeda menyempurnakan temuannya agar bisa digunakan sebagai bumbu dapur yang awet dan mudah dimasak, sehingga terciptalah MSG.
Hasil temuan inilah yang akhirnya menjadi bumbu penyedap masakan yang kita kenal. Ikeda memegang hak paten MSG, dan Ajinomoto menjadi perusahaan terbesar di dunia yang memproduksi MSG. Prof. Kikunae Ikeda meninggal di tahun 1936, namun hasil penemuannya masih digunakan sampai sekarang hampir di seluruh dunia.


Gb. Contoh makanan yang mengandung MSG
Hampir semua masakan gurih yang kita jumpai mengandung MSG, bahkan di Eropa dan Amerika, MSG banyak digunakan untuk berbagai masakan. Mie instan, keripik kentang, ayam goreng, burger, bahkan masakan Indonesia sehari-hari semakin gurih berkat MSG.
Sekarang ini MSG digolongkan sebagai GRAS (Generally Recognized As Save) atau secara umum dianggap aman. Hal ini juga didukung oleh US Food and Drugs Administration (FDA) yang menyatakan MSG aman. Tentu dalam batas konsumsi yang wajar.
Di kios atau pasar sekitar kita sudah beredar bermacam-macam merek “penyedap masakan”. Ada yang dari Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong dan beberapa merek lagi. Kesemuanya mempunyai komposisi yang sama yaitu: Mono Sodium Glutamat (MSG) yang rumus kimianya HCOCCH (HN2)2 COO-Na sebagai hasil campuran asam glutamat dan natrium hidroksida.

Bahan yang paling penting untuk membuat MSG yaitu asam glutamat yang berupa asam amino yang ada pada tumbuhan, hewan, minyak bumi dan pada tubuh manusia. Pernah diberitakan bahwa asam glutamat itu dibuatnya dari otak babi. Hal ini sukar untuk dipercaya sebab tidak ekonomis, susah untuk membuatnya dan lagi asam glutamat yang ada di dalam otak babi itu hanya berkadar 0,01%.

Di Negara kita, pabrik MSG membuat asam glutamat itu dari Molase (gula tetes), sisa gula tebu yang sudah tidak bisa menjadi kristal. Di negara yang tidak mempunyai tebu, asam glutamat itu dibuatnya dari ganggang, gula bit, gandum, kedelai, tapioka, minyak bumi atau sengaja membuatnya secara sintetis. Pembuatannya itu memerlukan teknologi tinggi serta modal yang tidak sedikit.

MSG Pembangkit Citarasa
Asam glutamat merupakan bagian dari kerangka utama berbagai jenis molekul protein yang terdapat dalam makanan dan secara alami terdapat dalam jaringan tubuh manusia. Beberapa di antara asam glutamat tersebut terdapat dalam bentuk bebas, artinya tidak terikat dengan asam–asam amino lainnya, tetapi masih terdapat dalam makanan. Hanya dalam bentuk bebas itulah asam glutamat mampu berfungsi sebagai senyawa pembangkit citarasa makanan atau masakan. Glutamat bebas tersebut dapat bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG.
MSG yang banyak dijual di toko-toko, diproduksi dalam skala komersial melalui proses fermentasi dengan menggunakan bahan mentah pati, gula bit, gula tebu, atau molases (tetes). Begitupun, menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah Asia, WHO menggunakan MSG untuk program fortifikasi vitamin A. Di Indonesia pernah dilakukan pada tahun 1996. Juga, penggunaan MSG bisa menjadi salah satu pilihan dalam menurunkan konsumsi garam (sodium) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi khususnya pada golongan manula. Hal ini karena untuk mencapai efek rasa yang sama, MSG hanya mengandung 30% natrium dibanding garam.

Glutamat di dalam Tubuh
Glutamat diproduksi di dalam tubuh manusia dan mempunyai peranan penting di dalam proses metabolisme. Secara alami glutamat ditemukan di otot, otak, ginjal, hati dan organ-organ lainnya termasuk juga di dalam jaringan. Selain itu, glutamat juga ditemukan pada air susu ibu (ASI) dengan tingkat 10 kali lipat dari yang ditemukan di susu sapi. Rata-rata setiap orang mengkonsumsi glutamat antara 10 sampai 20 gram dan 1 gram glutamat yang bebas dari makanan yang kita makan setiap harinya.
Pada kebanyakan diet glutamat sangat cepat dimetabolis dan digunakan sebagai sumber energi. Dari segi pandangan nutrisi, glutamat termasuk non-essential amino acid, yang berarti bahwa tubuh kita dapat memproduksi glutamate dari sumber protein yang lain, jika memang diperlukan tubuh memproduksi sendiri glutamat untuk berbagai macam kebutuhan essential.

MSG dan Kesehatan
Orang Jepang menggunakan MSG dari tahun 1920, oleh sebab MSG sudah merebak ke seluruh
dunia, para ilmuwan sudah mengadakan berbagai percobaan, bahaya atau tidaknya MSG ini. Pada awalnya yang dipakai percobaan itu anak Ayam, anak Bebek, Kelinci dan Monyet.

Pada tahun 1971 dilaporkan bahwa MSG yang diberikan kepada anak Ayam yang dicampurkan pada air minumnya menyebabkan matinya anak ayam tersebut disebabkan ginjalnya rusak.
Dilaporkan bahwa Tikus kecil yang diberi pakan MSG ketahuan sel-sel darah putihnya berubah berupa sel-sel kanker. Dilaporkan juga bahwa anak Ayam yang sudah diberi MSG, jumlah sel otaknya berkurang 24% dibanding dengan anak Ayam yang normal tanpa diberi MSG. Di Jepang telah mengadakan percobaan dengan jalan memberi larutan MSG 2% terhadap beberapa anak Ayam. Ketahuan bahwa anak Ayam tersebut semuanya mati.

MSG di Singapura menyebabkan penyakit radang hati dan menuru
nkan tingkat kecerdasan (IQ) bagi anak-anak sekolah. Penelitian yang dilakukan ahli Indonesia menyimpulkan: anak Ayam dan anak Bebek yang diberi MSG itu mati. Sedangkan anak Ayam yang sudah agak besar seperti yang dibius, jalannya tidak normal, dan rupa-rupa gejala lainnya.
Masih banyak penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa MSG itu positif menimbulkan kelainan terhadap hewan-hewan yang dibuat percobaan.

WHO pun tidak tinggal diam, hasil penelitian yang berupa rekomendasi yang disampaikan pada sidang Codex Alimentary Commission (CAC) tahun 1970 menyebutkan bahwa MSG berupa makanan sehari-hari, bisa dipakai paling banyak 6 mg/kg berat badan manusia dewasa. Jadi kalau berat badannya 50 kg, seharinya tidak boleh lebih dari 2 gram.
Di Amerika, dan di Singapura ada peraturan tidak boleh ditambahkan terhadap makanan bayi dan terhadap makanan yang sudah jadi (instan). Makanya harus memakai takaran yang sudah ditentukan dan men
campurkannya pun harus dibatasi.
Pada tahun 1959, FDA mengelompokkan MSG sebagai GRAS, sehingga tidak perlu aturan khusus. Kemudian pada tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG adalah 120 mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari 12 minggu. Dari penelitian yang telah dilakukan selama lebih dari 20 tahun oleh para scientis bahwa MSG aman untuk dikonsumsi, sejauh tidak berlebihan termasuk pada wanita hamil dan menyusui.

Berbahayakah MSG?
Penyedap rasa dalam makanan adalah hal yang tidak akan ketinggalan saat proses memasak masa kini. Dari seluruh lapisan masyarakat, kini telah aktif dalam penggunaan penyedap rasa untuk makanan. Selain murah harganya, penyedap rasa adalah salah satu alternatif yang dianggap paling cepat dan tepat untuk menggurihkan dan memberikan cita rasa yang enak pada makanan. Tapi tahukah Anda dibalik makanan yang gurih dan lezat tersebut terdapat sebuah zat yang mematikan?
Setiap harinya tanpa kita sadari, kita juga mengkonsumsi zat yang dapat membahayakan tubuh kita. Di rumah dan juga makanan-makanan yang diperjualbelikan di pasaran tidak dapat menjamin apakah makanan tersebut menyehatkan atau tidak. Ibu-ibu rumah tangga sekarang adalah termasuk salah satu konsumen tetap penggunaan penyedap rasa pada makanan. Dengan banyaknya variasi penyedap rasa yang ditawarkan, ibu-ibu rumah tangga lebih dimudahkan untuk mengkreasikan masakan-masakannya sama halnya seperti para pedagang makanan.
Salah satu jenis bumbu atau penyedap rasa yang paling sering digunakan adalah MSG atau yang biasa dikenal dengan nama vetsin. Vetsin ini juga banyak terdapat dalam minuman kemasan seperti yoghurt maupun saos. Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO, penyedap rasa tidak boleh ditambahkan dalam makanan bayi berumur di bawah 3 bulan. Adapun batas pemakaian penyedap rasa untuk manusia adalah sekitar 0 sampai dengan 120 mg untuk tiap kilogram berat badan orang yang memakannya. Contohnya, untuk seorang pria/wanita yang mempunyai berat badan 50kg, maka ukuran normal mengkonsumsi MSG adalah tidak lebih dari 6 gr atau setara dengan kurang lebih 2 sendok teh. Zat aditif yang terdapat pada makanan dan berfungsi untuk menambah, mempertegas rasa serta aroma makanan berasal dari golongan ester, seperti isoamil asetat (rasa pisang), isoamil valerat (rasa apel), butyl butirat (rasa nanas) dan sebagainya dapat menyebabkan regenerasi kanker dan merusak sel dan juga dapat menyebabkan translasinya sel menjadi abnormal sehingga menjadi tumor ganas. Dalam zat pemanis buatan juga tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi, contohnya sakarin (kemanisannya 500x gula), dulsin (kemanisannya 250x gula), dan natrium siklamat (kemanisannya 50x gula) dan serbitol dapat menyebabkan diabetes dan kerusakan lambung. Selain itu pemanis buatan juga dapat menyebabkan kerusakan hati dan organ pankreas.
Zat aditif lain yang juga dapat mencegah atau menghambat oksidasi adalah asam askorbat (bentukan garam kalium, natrium, dan kalium) digunakan pada daging olahan dan kaldu. Butil hidroksianisol (BHA) digunakan untuk lemak dan minyak makanan. Butil hidroksitoluen (BHT) digunakan untuk lemak, minyak makan, margarin dan mentega. Zat ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel menjadi kanker atau amandel serta juga dapat menyebabkan penyakit tipes.
Walaupun FDA Amerika menyatakan kalau MSG termasuk aman untuk dikonsumsi, tapi pemakaian MSG masih kontroversial karena berbagai hasil temuan studi mengenai dampak negatif MSG.
MSG merupakan asam glutamat, neurotransmitter yang mempengaruhi sinyal saraf pada neuron-neron tertentu. Apakah MSG buruk bagi kesehatan? Pada awal tahun 1950-an, studi-studi melaporkan dampak yang signifikan dari paparan MSG terhadap mamalia. Jika tikus yang baru lahir diekspos dengan MSG, maka neuron-neuron pada lapisan dalam retina mata mereka akan mati. Selain itu, bagian tertentu di otak termasuk hypothalamus, juga ikut mengalami kerusakan. Jika dibandingkan dengan tikus, terang peneliti, manusia 5-6 kali lebih sensitif terhadap MSG dibandingkan tikus.
Para peneliti juga menyatakan kalau tikus merupakan model terbaik untuk melihat hubungan antara obesitas dan MSG. MSG, menurut para peneliti, merupakan pemicu obesitas, diabetes tipe 2 serta sindrom metabolik x pada tikus. Bukti menunjukkan kalau MSG mengganggu hubungan endokrin antara meta-thermoregulatory modulators seperti neuropeptida dan leptin dan target mereka, brown fat. MSG mengurangi thermogenicity brom fat sambil menekan asupan makanan. Artinya, MSG akan membuat Anda obesitas bahkan saat Anda mengurangi asupan kalori.
Tidak hanya menyebabkan obesitas, berdasarkan hasil studi yang dilakukan FDA tahun 1995, konsumsi MSG bisa menimbulkan efek samping berupa:
  • Rasa terbakar di bagian belakang leher, lengan depan dan dada
  • Rasa kaku pada bagian belakang leher, yang akan menjalar ke lengan dan punggung
  • Rasa nyeri, hangat dan lemah pada wajah, pusat, punggung atas, leher dan lengan
  • Muka terasa tegang
  • Sakit di dada
  • Sakit kepala
  • Mempercepat detak jantung
  • Kesulitan bernapas
  • Mengantuk
  • Lemah dan lelah
Dengan melihat sebegitu banyaknya dampak negatif MSG bagi kesehatan, lebih bijaksana kalau mengurangi jumlah konsumsi MSG Anda. Apakah hanya dengan mengurangi MSG saat masak? Tentu tidak, Anda juga perlu mengurangi konsumsi produk-produk makanan olahan yang sebagian besar dilengkapi dengan MSG. Cermatlah dalam membeli makanan dengan terlebih dahulu membaca label pada kemasan.
Jika Anda tidak bisa bebas dari perasa makanan, ada baiknya menggunakan perasa makanan alami. MSG terbuat dari asam glutamat yang secara alami terdapat pada daging, tulang serta ceker ayam. Jadi, Anda bisa membuat perasa alami sendiri dengan mengolah daging atau tulang ayam menjadi kaldu dan menggunakannya sebagai penambah rasa makanan Anda. Selain rasanya yang tetap enak, sekaligus juga tidak mengganggu kesehatan.

Pengaruh Negatif Penggunaan MSG
A. Chinese Restaurant Syndrome
Tahun 1968 ditemukan penyakit pada pasiennya yang gejalanya cukup unik. Leher dan dada panas, sesak napas, disertai pusing-pusing. Pasien itu mengalami kondisi ini sehabis menyantap masakan cina di restoran. Masakan cina memang dituding paling banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala serupa yang dialami seseorang sehabis menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant Syndrome.
Bagaimana sampai MSG bisa menimbulkan gejala di atas, masih dugaan sampai saat ini. Tetapi diperkirakan penyebabnya adalah terjadinya defisiensi vitamin B6 karena pembentukan alanin dari glutamat mengalami hambatan ketika diserap. Konon menyantap 2–12 gram MSG sekali makan sudah bisa menimbulkan gejala ini. Akibatnya memang tidak fatal betul karena dalam 2 jam Cinese Restaurant Syndrome sudah hilang.

B. Kerusakan Sel Jaringan Otak
Di St. Louis pada tahun 1969 diadakan penelitian pada tikus putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini menderita kerusakan jaringan otak. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak.
Asam glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, gamma-asam aminobutirat menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi signal dalam otak.

C. Kanker
MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.

D. Alergi
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin.

Pada Wanita Hamil dan Menyusui
Hasil penelitian menunjukkan, glutamat hanya akan menembus placenta bila kadarnya dalam darah ibu mencapai 40–50 kali lebih besar dari kadar normal. Itu artinya mustahil kecuali glutamat diberikan secara intravena. Sementara kalau ibu menyusui menyantap MSG 100 mg/kg berat badan, mungkin kadar glutamat dalam darahnya akan naik, tetapi tidak dalam ASI.
Batasan aman yang pernah dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia WHO, asupan MSG per hari sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat badan. Jadi, jika berat seseorang 50 kg, maka konsumsi MSG yang aman menurut perhitungan tersebut 6 gr (kira-kira 2 sendok teh) per hari. Rumus ini hanya berlaku pada orang dewasa. WHO tidak menyarankan penggunaan MSG pada bayi di bawah 12 minggu.

Pada Remaja Putri
Menurut penelitian, remaja putri saat ini sudah banyak mendapati dampak dari penggunaan penyedap rasa pada makanan. Dari kebanyakan remaja putri yang berlebihan dalam mengkonsumsi MSG, banyak sekali didapati penyakit yang berawal dari adanya kelenjar pada payudara yang kemudian apabila tidak cepat diatasi dengan menghentikan konsumsi MSG akan berpeluang besar menimbulkan tumor ganas dan kanker payudara. Makanan cepat saji dan instan seperti, mie, bakso, ayam goreng, minuman kemasan, goreng-gorengan adalah makanan yang berpeluang untuk menimbulkan penyakit. Apalagi menggunakan MSG dalam kadar yang sangat banyak, misal 12 gram tiap harinya bisa menyebabkan gangguan kesehatan seperti; gangguan lambung, mual-mual, gangguan tidur, reaksi alergi, hipertensi, diabetes, kanker, asma, penurunan kecerdasan dan kelumpuhan. Maka pintar-pintarlah dalam memilih makanan yang baik untuk tubuh agar terhindar dari penyakit yang membahayakan. Makanan yang berwarna menarik dan lezat belum tentu baik untuk kesehatan tubuh kita. Efeknya mungkin belum dirasakan sekarang, tapi ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kesehatan.

Simpulan
MSG memberikan rasa gurih dan nikmat pada berbagai macam masakan, walaupun masakan itu sebenarnya tidak memberikan rasa gurih yang berarti. MSG aman dikonsumsi sejauh tidak berlebihan. Meski dinilai aman, MSG hendaknya tidak diberikan bagi orang yang tengah mengalami cidera otak karena stroke, terbentur, terluka, atau penyakit syaraf. Konsumsi MSG menyebabkan penumpukan asam glutamat pada jaringan sel otak yang bisa berakibat kelumpuhan. Batasan aman yang pernah dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia WHO, asupan MSG per hari sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat badan.

Mengacu pada kenyataan-kenyataan di atas, kita bisa menimbang-nimbang untung dan ruginya menggunakan MSG dalam makanan sehari-hari. Satu hal yang sudah nyata, MSG itu bisa menimbulkan gejala alergi atau keracunan yang disebut Chinese Restaurant Sindrome. Pusing, mual, muntah-muntah bisa menimbulkan sakit, dada seperti terserang penyakit jantung.

Saran
1.  Jangan terlalu mudah mencampurkan MSG kepada makanan, karena makanan kita, memakai bumbu tradisional pun sudah terasa enak.
2.  Mesti hati-hati menggunakan MSG. tidak boleh melebihi takaran yang sudah ditentukan yaitu 6 mg/kg berat badan manusia/hari buat manusia dewasa.
3.  Anak kecil atau Ibu yang sedang mengandung, harus hati-hati supaya jauh dari pengaruh negatif akibat penggunaan MSG.
4. Hindari makanan/minuman yang mengandung pengawet, pewarna, esen dan pemanis buatan.
Para bunda harus hati-hati memberikan makanan untuk anak-anak kita tercinta.

Rujukan: bayutriono.student.umm.ac.id, ajinomoto.co.id, vemale.com, klikdokter.com, forum.detik.com, kesehatan.kompasiana.com