Selasa, 13 November 2018

MIKROPLASTIK

Mikroplastik adalah potongan plastik yang sangat kecil dan dapat mencemari lingkungan. Meskipun ada berbagai pendapat mengenai ukurannya, mikroplastik didefinisikan memiliki diameter yang kurang dari 5 mm. 
Terdapat dua jenis mikroplastik: mikro primer yang diproduksi langsung untuk produk tertentu yang dipakai manusia (seperti sabun, deterjen, kosmetik, dan pakaian), serta mikro sekunder yang berasal dari penguraian sampah plastik di lautan. Kedua jenis mikroplastik ini dapat bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama.

Mikroplastik dapat ditelan oleh organisme-organisme hingga akhirnya mengalami bioakumulasi pada predator puncak, termasuk manusia. Mikroplastik telah ditemukan dalam kotoran manusia, dan bahkan salah satu sumber utama masuknya mikroplastik ke dalam tubuh manusia adalah garam. Efek mikroplastik terhadap kesehatan saat ini masih diteliti.
Ancaman kerusakan ekosistem di laut Indonesia dari waktu ke waktu semakin nyata dan sulit dibendung. Ancaman tersebut, di antaranya berasal dari mikroplastik yang ada di dalam air laut. Tak tanggung-tanggung, diperkirakan saat ini mikroplastik yang ada di air laut Indonesia jumlahnya ada di kisaran 30 hingga 960 partikel/liter.
Fakta tersebut diuraikan Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) M Reza Cordova belum lama ini. Menurut dia, keberadaan mikroplastik di dalam air laut Indonesia, jumlahnya sama dengan jumlah mikroplastik yang ditemukan di air laut Samudera Pasifik dan Laut Mediterania. Tetapi, juga lebih rendah (jika) dibandingkan dengan mikroplastik yang ada di pesisir Cina, Pesisir California, serta Barat Laut Samudera Atlantik, ujarnya.
Meski demikian, walau jumlahnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang disebut di atas, keberadaan mikroplastik dengan jumlah sekarang di air laut Indonesia perlu mendapat kewaspadaan dari semua pihak. Mengingat, hingga saat ini masih ada dampak lain dari mikroplastik yang belum diketahui.

Keberadaan mikroplastik di laut Indonesia tak ubahnya seperti monster mini yang setiap saat merusak ekosistem di dalamnya. Keberadaan mikroplastik, harus segera ditangani untuk mencegah kerusakan yang lebih luas lagi di dalam laut. Salah satu cara yang bisa dilakukan, adalah dengan mengubah perilaku manusia yang menjadi konsumen utama mikroplastik.

Setiap tahunnya manusia menggunakan plastik hingga sebanyak 78 juta ton. Dari jumlah tersebut, hanya dua persen saja yang dilakukan daur ulang dan sebanyak 32 persen diketahui masuk ke dalam ekosistem darat yang kemudian masuk ke dalam laut. Sementara, sisanya diolah secara bervariasi untuk kebutuhan manusia lagi.
Dengan fakta tersebut, ancaman kerusakan ekosistem di laut sudah semakin besar dan tak bisa dicegah lagi. Jika itu terjadi, maka biota laut akan menjadi korban pertama yang merasakan dampak buruknya. Hal itu terjadi, karena mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh biota laut, akan merobek usus dan merusak pencernaan.
Salah satu yang menjadi korban itu, adalah penyu. Jika mikroplastik masuk ke dalam tubuhnya, maka dia akan mati secara perlahan. Penyebabnya, karena jika nanoplastik masuk ke darah, maka itu akan merusak otak.

Pemerintah Indonesia telah mengkampanyekan laut harus terbebas dari sampah, termasuk di kawasan Segitiga Karang Dunia yang menjadi ikon konservasi dan pariwisata di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini dan Solomon.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan kesehatan terumbu karang dan lingkungan perairan sangat penting untuk dijaga agar peran dan fungsi berjalan dengan baik. Bagi dia, menjaga lingkungan perairan termasuk terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan ikan adalah tugas semua pihak.

Adanya sampah plastik dapat mengganggu mahluk hidup di air dan dapat berakibat pada industri pariwisata di laut. Samudera Bebas Plastik merupakan komitmen Indonesia membutuhkan kerja sama semua pihak, ungkapnya.
Untuk menegaskan kampanye, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DPRL) melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar bekerja sama dengan Coral Triangle Center (CTC) dan mitra terkait menyelenggarakan kegiatan dalam rangka memperingati Hari Kelautan Dunia dan Hari Segitiga Karang.
Diketahui, Segitiga karang adalah sebutan untuk wilayah geografis perairan lebih dari 6.500.000 km², dengan lebih dari 600 spesies terumbu karang dan meliputi 76 persen semua spesies terumbu karang yang ada di dunia dan merupakan ekosistem laut paling subur. Kawasan segitiga karang merupakan sumber kehidupan bagi 120 juta lebih orang di daerah pesisir, serta ribuan unit usaha baik kecil maupun besar di sektor perikanan dan pariwisata.
 
jangan sampai terumbu karang rusak karena sampah
Sebagai pusat keanekaragaman karang dunia, Indonesia memiliki luas sekitar 2,5 juta hektar dan menjadi rumah bagi 67 persen karang dunia yang telah memberikan berbagai manfaat termasuk pariwisata dan ketahanan pangan, jelas Brahmantya.
Dia menjelaskan, wilayah segitiga karang terkenal dengan keanekaragaman jenis flora dan fauna endemik, hutan hujan tropis, terumbu karang, hutan mangrove yang luas, dan juga beberapa species padang lamun. Lebih dari 3.000 spesies ikan termasuk paus, lumba-lumba, pari, hiu, duyung dan hiu paus-ikan terbesar di dunia, menjadikan wilayah segitiga karang sebagai tempat hidup, termasuk 6 dari 7 spesies penyu bertelur, mencari makan dan bermigrasi berada di kawasan ini.