Senin, 10 Oktober 2022

PENANGANAN KEPITING DAN RAJUNGAN

 

1.    Penanganan Kepiting Hidup

Pada umumnya kepiting dijual dalam bentuk daging yang dikemas dalam kaleng atau dijual dalam keadaan hidup. Kepiting hidup memiliki harga yang tinggi dan dapat menjangkau pasar yang jauh.

Beberapa prinsip penanganan kepiting hasil panen perlu memperhatikan faktor-faktor waktu, suhu, higienis (kebersihan) sejak  kepiting itu dipanen hingga diserahkan kepada pembeli atau diolah. Panen perlu dilakukan secara cepat dan hati-hati untuk menghindari stres yang berlebihan.

Faktor suhu dapat mempengaruhi laju kecepatan metabolisme (pencernaan), kesehatan, kesegaran dan laju dehidrasi (kehilangan cairan tubuh). Kehilangan berat sekitar 3 - 4% akibat dehidrasi pada proses penyimpanan kepiting tanpa air dapat menyebabkan kematian. Selain itu, Penyimpanan kepiting tanpa air pada suhu dingin (< 140 C) atau suhu panas (> 320 C) dapat menyebabkan kematian kepiting karena lingkungan hidup kepiting berkisar antara 120 C sampai dengan 320 C.

Penangkapan Kepiting dialam relatif sulit bagi pemula sedangkan bagi para nelayan, melakukan penangkapan cukup mudah dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Beberapa hambatan dalam  usaha menagkap Kepiting dengan tujuan mempertahankannya tetap  hidup adalah antara lain karena mudah lari, menyerang satu sama  lainya yang mengakibatkan cacat fisik, maupun menyerang orang yang menangani sehingga mengakibatkan kegiatan penanganananya menjadi lambat dan terkadang membanting hasil tangkapan. Oleh karena itu, panen dan penanganan kepiting perlu dilakukan oleh tenaga-tenaga terampil untuk menangkap dan mengikat. 

Setelah Kepting ditangkap, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah memisahkan hasil tangkapan berdasarkan ukuran (besar dan kecil), cacat fisik yang dialami seperti patah capit dengan yang utuh, dipisah berdasarkan Kepting hidup dan mati, jantan dan betina, sedang bertelur atau tidak.

(1)   Pengikatan seluruh kaki dan capit sehingga kepiting tidak mampu bergerak,

(2)   Pengikatan pada capit saja sehingga kepiting masih mampu berjalan  tetapi tidak dapat menyerang.

Pengikatan pertama mempunyai kelemahan bila dibiarkan dalam beberapa hari, ketika akan dilepas, kepiting menjadi lumpuh, tidak lincah sehingga dinilai lemah/sakit yang dapat menurunkan mutu, sedangkan pengikat cara kedua kepiting masih bisa lari kecuali yang lemah/sakit sehingga peluang lepas/hilang bila tempat penyimpanan/penampungan tidak tertutup selalu ada. Kepiting yang telah diikat, disortir (dipisahkan berdasarkan berat dan ukuran), disusun rapi (tidak terbalik) di dalam  keranjang atau semacamnya bersusun 3 - 5 lapis dengan kondisi keranjang cukup memiliki  ventilasi/lubang untuk sirkulasi udara. Dalam keadaan ini dapat disimpan dalam ruangan lembab bersuhu rendah. Di tingkat pelaku usaha sering ditutup dengan karung bersih dan basah dan segera dikirim kepada konsumen.

Setelah Kepiting diikat dan dikemas maka siap untuk dipasarkan. Biaya transpor cukup tinggi sehingga perlu perencanaan yang baik agar kepiting yang dikirim tetap dalam keadaan hidup sampai pada konsumen. Bila karena sesuatu hal kepiting yang telah diikat tidak  dapat  segera  dikirim  kepada konsumen/pembeli, maka setiap 12 jam dapat dicelup dalam air asin selama beberapa menit untuk menghindari dehidrasi. Bila ada yang lemah sekali atau mati harus segera dipisahkan untuk menghindari kematian kepiting lainya. Kepiting yang lemah, kurang sehat ditandai  dengan gerakan tangkai mata dan kaki renang yang lamban, serta keluar busa dari mulutnya.

 

2.   Penanganan daging Kepting/Rajungan

Terdapat perbedaan antara penganganan Rajungan dengan Kepiting.  Jika Kepiting ditangani dalam keadaan hidup maka rajungan ditangani dalam  bentuk daging.

Penanganan daging Rajungan menggunakan prinsip–prinsip penanganan suhu rendah (0 – 50 C). Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pembusukan oleh bakteri dan enzim karena daging rajungan mengandung substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri tersebut.

Proses perebusan rajungan mentah dilakukan selama ±30 menit dengan suhu 90-1000 C, disesuaikan dengan jumlah bahan baku yang direbus (SNI 01-4224-1996). Kemudian Rajungan dibelah dan diambil dagingnya. Daging Rajungan harus dipisah berdasarkan asal bagian tubuh Rajungan. Daging Rajungan sebagian besar terdapat pada bagian badan, kaki, dan capitnya.   Berdasarkan daging pada bagian tersebut, maka daging rajungan umumnya dibagi menjadi 4 macam daging, yaitu:

1) Jumbo lump dan colossal (daging putih) adalah dua daging dari capit.

2) Special (daging putih) adalah daging yang terletak di bagian badan berupa serpihan.

3) Clow meat (daging coklat) adalah dari capit sampai kaki rajungan.

4) Clow fingers (daging coklat) adalah bagian pertama dari capit dan bagian capit yang dapat digerakkan Bagian-bagian daging tersebut kemudian disimpan ke dalam kaleng plastik dan disimpan dalam wadah yang diberi es.

Mutu daging rajungan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan mutu yaitu:

1)  Mutu I potongan daging (Lump Meat) terdiri dari kaki-kaki dan sirip-sirip belakang, merupakan mutu yang baik.

2)  Mutu II serpihan putih (White/Flake) terdiri dari sisa daging dari badan.

3)  Mutu III daging capit berwarna gelap dan mutunya rendah.

Salah satu contoh daging Rajungan adalah terlihat pada gambar berikut.

 
Gbr. Daging rajungan yang siap diolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar